Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Jumat, 13 Juli 2012

Bertahan Untukmu

“Kupikir dia adalah perempuan yang baik untuk ukuran seorang istri. Dia lebih memilih fokus dalam menjalani kehidupan berumah tangga dengan cara menghindariku dan tidak melakukan komunikasi denganku sekali pun aku tahu sebenarnya ia masih menyayangi dan mencintaiku.”
Dan menurutmu, sosoknya seperti Siti Nurbaya yang rela berkorban memperjuangkan sikap baktinya pada kedua orang tuanya, seperti itu? Sial! Ini sudah kesekian kalinya engkau membanggakan mantan kekasihmu di hadapanku. Aku muak meski aku tahu kisah cintamu dengannya berakhir kala kekasihmu menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya. Aku tahu dia begitu lembut, penyayang, perhatian, dan sebagainya, dan sebagainya. Aku tahu kalian saling mencintai, namun takdir tidak mengizinkan kalian untuk bersama lagi. Aku tahu dia wanita idamanmu, wanita yang kau agung-agungkan menjadi istrimu, dan kupikir kau tahu bahwa aku muak dengan celotehmu yang selalu dan selalu membanggakannya. Namun kau tahu, kini aku masih bertahan denganmu.
Menjelang di hari ulang tahunmu, seharian penuh aku mengemis pada orang yang lewat di hadapanku untuk memberi ucapan selamat ulang tahun padamu. Nantinya akan kurekam semua dan kurangkai dalam sebuah video agar bisa kau tonton setiap hari. Semalam suntuk aku merangkai semuanya, mulai dari beberapa foto kita, ucapan selamat dari orang-orang, dan beberapa kata cinta dariku. Selesai. Masih pukul 22.45 dan aku harus menunggu 1 jam lebih seperempat menit untuk meneleponmu.
Tepat pukul 00.00, aku meneleponmu. Dua kali panggilan, kau tak menyahut. Telepon yang ketiga kau mengangkatnya. “Selamat Ulang Tahun,” aku begitu bahagia kau menerima teleponku. Tapi kau hanya bergumam,”Hmm..hmm..” begitu seterusnya. Menyebalkan. Tapi, kumaklumi karena itu tengah malam, jam istirahatmu. Paginya kau meneleponku dan mengatakan bahwa kau tak begitu peduli dengan hari ulang tahunmu, terlebih ucapan ulang tahun yang harus diucapkan tepat pukul 00.00 yang bagimu itu tak perlu dilakukan. Baiklah! Kado yang kusiapkan untukmu kusimpan dengan rapi karena kupikir kado ulang tahun pun juga tak akan bermakna di matamu.
Peristiwa itu membuatku kecewa, terlebih aku melihat kado ulang tahun dari mantan kekasihmu yang masih tersimpan rapi dalam kamarmu. Mulai dari jam tangan pemberiannya, kotak jam tangan itu, surat ucapan, foto-foto mesra kalian, dan bahkan kertas bungkusnya. Cukup!
Semua kuanggap berlalu meski semua ucapanmu saat itu mendarah daging dalam telingaku dan seringkali membuatku terbakar api cemburu. Kini, kau terbaring lemah di hadapanku. Kau sakit. Seringkali aku mendapatimu terbaring memandangi langit-langit, kosong. Sebenarnya, apa yang kau pikirkan?
“Tidak, aku tidak memikirkan apa-apa,” sambil tersenyum kau selalu menjawab seperti itu.
Senyummu itu yang mampu membuatku bertahan. Seringkali api cemburu yang tersulut berbisik padaku agar aku meninggalkanmu. Namun jika aku meninggalkanmu, aku akan kehilangan telaga yang memadamkan segala kegundahanku. Nyaman. Aku sudah nyaman denganmu dan aku memilih bertahan. Tentang masa lalumu, kupikir itu adalah proses dan aku yakin aku mampu membuatmu untuk segera berpaling padaku. Fokus pada kesehatanmu saat ini adalah pilihan yang baik untukku.
“Selama aku sakit, dia yang merawatku di sini. Dia perempuan yang paling panik saat aku harus dioperasi. Aku cukup bahagia ada dia yang menemaniku di sini. Dia perempuan yang membuatku… “
Dia. Kau sedang berbicara tentang “dia” pada kedua orang tuamu. Air mataku jatuh tak tertahan. Dia, dia, dan dia. Dia yang sedang ia bicarakan adalah… aku. Mungkinkah cerpen berjudul Nur itu memang benar? Seseorang akan jatuh cinta pada sosok yang telah mengobati lukanya. Seperti Anang yang mulai mencintai Nur setelah Nur merawatnya yang terluka karena tertimpa kecelakaan. Demikiankah aku?
“Bukan hanya saat ini saja kau mengobati lukaku. Sudah sejak pertama kali bertemu, kau mengobatiku. Kau merelakan hatimu, hari-harimu, dan bahkan api cemburu yang melandamu untuk bertahan menemaniku.”
Aku tertunduk diam. Aku tak ingin menangis di hadapanmu. Aku berusaha mengalihkan pembicaraan, “Sedang lihat apa? Sedari tadi kulihat kau sibuk dengan laptopmu.” 
Aku meraih laptop dari tanganmu dan sepertinya kau tahu aku terkejut. Kau sedang melihat video yang pernah kurangkai sebagai kado ulang tahunmu, namun gagal untuk kuberikan.
“Maaf, aku mengambilnya diam-diam,” jelasmu.
“Sejak kapan?”
Seperti biasa, kau memilih untuk menjawab tanyaku dengan tersenyum.
“Sayang, terima kasih.”
Kau mengucapkan hal itu tiba-tiba dan jujur aku tak suka karena aku harus menangis di hadapanmu. Penuh kejutan. Dan inilah yang membuatku untuk bertahan denganmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar