Inilah hasil pengorbananku membuat tugas akhir mata kuliah fiksi, yaitu mengkaji cerpen Sri Sumarah karya Umar Kayam. Tanpa ada kajian teorinya. Alhasil, aku dapet nilai yang wooow, hahai... buat pengalaman aja deh. So, kalo mo bikin makalah, sertakan kajian teorinya. Jangan lupa, perhatikan teknik mengutip dan pembuatan daftar pustaka. Semangat!! ^.^
ANALISIS UNSUR
INTRINSIK CERPEN SRI SUMARAH KARYA
UMAR KAYAM
Digunakan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiksi dengan dosen
pengampu Prof. Dr. Burhan Nurgiyantoro.
Disusun oleh:
Ade Rakhma Novita Sari
(10201244080)
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA
DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2012
A. PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan serangkaian
penuangan ide, pemikiran, dan ekspresi yang dilakukan pengarang melalui
interpretasi terhadap kehidupan yang direfleksikan melalui bahasa-bahasa
pilihan. Sehingga, sumber penciptaanya berdasarkan kehidupan secara menyeluruh.
Oleh karena itu, karya sastra menawarkan sejumlah nilai kehidupan, nilai-nilai
yang bermakna bagi kehidupan, mengarahkan, dan meningkatkan kualitas hidup
sebagai manusia. Kebermanfaatan inilah yang menjadikan perlu mengenal karya
sastra demi kebermanfaatan bagi kehidupan.
Cerpen atau cerita pendek merupakan
karya sastra yang bersifat fiksi. Berbeda dengan novel yang juga merupakan
karya sastra bersifat fiksi, cerpen lebih padat dalam penyampaian ceritanya.
Biasanya disampaika dengan plot dan tema tunggal serta penokohan yang terbatas,
penyampaian latar secara garis besar, keterpaduannya secara sisi kecil. Namun,
kepadatan tersebut semakin menguatka nilai-nilai dalam cerita tersebut.
Untuk memahami nilai-nilai di
dalamnya, maka perlu ditengok isinya dengan cara membedah karya tersebut
melalui unsur-unsur pembangunnya, yaitu unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur
instrinsik tersebut antara lain: judul, tema, plot, latar, penokohan, dan sudut
pandang. Dari situlah kemudian ditarik garis besar kesimpula keterkaitan antar
unsur untuk menentukan makna baik tersurat maupun tersirat dari cerita yang
disampaikan.
Sri sumarah adalah cerpen karya Umar
Kayam. Dalam cerpen tersebut tampak dominan dengan sifat sumarah. Banyak nilai-nilai kebudayaan, khususnya budaya Jawa yang
ditawarkan dalam cerpen tersebut. Oleh karena itu, perlu diidentifikasikan
unsur-unsur instrinsik dalam cerpen tersebut guna mendapat garis besar
kesimpulan tentang nilai-nilai yang ingin disampaikan dalam cerpen tersebut.
Dengan demikian, maka disusunlah makalah yang berjudul ANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK CERPEN SRI SUMARAH KARYA UMAR KAYAM.
B. SINOPSIS CERPEN SRI SUMARAH
Cerpen ini menceritakan tentang perjalanan hidup Bu Marto, istri Pak
Martokusumo. Bu Marto cukup terkenal dengan kemampuan pijitnya. Bu Marto
memiliki nama asli Sri Sumarah. Mirip dengan arti namanya, sumarah, ia orang yang pasrah, terserah, dan penurut. Bermula dari
permintaan embahnya untuk menikah, Sri menikah dengan Martokusumo. Embahnya
selalu mengajarkan Sri Sumarah tentang cara membuat suaminya betah, krasan, dan tenteram bersamanya. Hal itu
dapat ditempuh lewat dapur, tempat tidur, sikap, dan omongan tiap hari. Sri
Sumarah melakoninya dengan baik dan hal tersebut benar-benar membuat suaminya
betah, krasan, tenteram bersama Sri.
Sri selalu memijit suaminya yang tampak lelah sepulang kerja. Sri menyanyikan
tembang dengan merdu sambil memijit suaminya. Kehidupan mereka dikaruniai
seorang anak bernama Tun. Namun, kebahagiaan mereka hanya berlangsung selama 12
tahun saja karena suaminya meninggal.
Amanah dari suaminya adalah menjaga Tun sebaik mungkin. Sri merawat
anaknya seperti embah yang merawatnya. Bermodalkan keyakinan, Sri merencanakan
perjalanan hidup anaknya sematang mungkin seperti perencanaan yang dilakukan
embahnya: sekolah di kota J, menikah, dan menimang cucu.
Sri selalu mengamati perubahan anaknya dari waktu ke waktu. Banyak yang
berbeda dengan kebiasaannya yang dulu. Sri memakluminya karena zaman sudah
berubah menjadi modern. Perubahan Tun dianggap lucu bagi Sri. Hingga akhirnya,
rencana Sri gagal. Tun sudah hamil sebelum menikah. Untuk menutupi aib anaknya,
Sri menikahkan anaknya di usia 17 tahun, yaitu dengan pontang-panting pinjam
uang ke sana-ke mari dan menggadaikan tanah sawahnya pada pak Muhammad.
Sri menebus hutangnya dengan jalan menjadi penjahit. Namun, lambat laun
ia tak mendapat order, sehingga ia
merelakan tanahnya diambil oleh pak Muhamad. Yos yang mengetahui ini marah
besar.
Hingga pada akhirnya Sri pindah ke rumah anaknya, Tun. Ia menghabiskan
hari-harinya di rumah anak, menantu, dan cucunya. Tiba-tiba Tun dan Yos pamit
diri karena dikejar-kejar oleh kompeni. Namun ternyata, mereka terlibat aksi
kriminal. Yos mati tertangkap, sedangkan Tun diminta Sri untuk menyerahkan
diri. Selama Tun ditahan, Sri member kejelasan pada Ginuk, bahwa ia adalah
ibunya, sedangkan Tun adalah kakaknya. Sebulan sekali Sri dan Ginuk menjenguk
Tun. Pernah Sri merasa lelah, ia pun tidur dan mendapat wasik dalam mimpinya. Ia bermimpi suaminya memintanya untuk
memijit. Sri yang terbangun mengartikan bahwa itu adalah wasik baginya. Ia pun mulai menjalani dengan kerjanya, yaitu memijit.
Bermula dari satu panggilan hingga akhirnya jadi langganan. Dari situlah awal
mula keterkenalannya sebagai Bu Marto, ahli tukang pijit.
C. PEMBAHASAN
Unsur-unsur
intrinsik Sri Sumarah dapat
diidentifikasikan sebagai berikut.
1. Judul
Judul Sri Sumarah mengacu pada tokohnya, yaitu Sri Sumarah. Dari judul,
maka sudah dapat dipastikan bahwa akan bercerita banyak tentang sosok Sri Sumarah.
2. Penokohan
Penokohan dalam cerpen Sri Sumarah dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
Pembedaan Tokoh
|
Tokoh terkait
|
Keterangan
|
Tokoh
Utama
|
Sri Sumarah
|
Hal ini sudah dapat dilihat dari
judul cerpen tersebut. Tokoh Sri dominan diceritakan dari awal hingga akhir.
|
Tokoh
Tambahan
|
Embah, Martokusumo, Tun, Yos,
Ginuk, Pak Muhamad
|
Mereka merupakan tokoh tambahan
sebagai selingan dalam cerita.
|
Tokoh Protagonis
|
Embah dan Martokusumo
|
Tokoh ini tampil sebentar namun
membawa efek kebaikan yang melekat pada Sri dan cukup berpengaruh bagi
kehidupa Sri.
|
|
Sri Sumarah
|
Sri juga menjadi tokoh protagonist
karena dia dominan dan menjadi tokoh idola yang perwatakannya sumarah seperti
Sembrada.
|
Tokoh
Antagonis
|
Tun dan Yos
|
Kedua tokoh tersebut yang mengawali
adanya konflik dalam kehidupan Sri.
|
3. Plot
(Alur)
Bermula
dari penceritaan tentang tokoh, Sri Sumarah atau Bu Marto, seorang tukang
pijit, kemudian flashback menceritakan
tentang awal mula nama Sri Sumarah. Dalam cerpen tersebut juga diakhiri tentang
penjelasan ulang bahwa dari kisah itulah (seperti dalam sinopsis), kisah Sri
Sumarah dengan profesi tukang pijitnya.
Dengan
demikian, maka plot pada cerpen Sri
Sumarah berdasarkan kriteria urutan waktu termasuk plot sorot balik (flashback). Penggambarannya melalui
beberapa tahap, antara lain: Tahap pengenalan tokoh, pemunculan konflik,
peningkatan konflik, klimaks, dan penyelesaian. Bila digambarkan diagramnya
sebagai berikut:
Konflik
meningkat
Konflik
Pengenalan Klimaks
Penyelesaian
Awal-----------------------------------Tengah----------------------------------------Akhir
Sedangkan
plot berdasarkan kriteria jumlah memiliki plot tunggal, maksudnya tidak
memiliki sub plot. Dengan demikian, maka berdasarkan kriteria kepadatan
termasuk plot longgar, maksudnya di setiap peristiwa masih dapat disisipi
peristiwa lain. Hal itu khas karena plot tunggal akan dengan mudah disisipi sub
plot lagi
4. Latar
a. Latar
Tempat
Latar
tempat yang digunakan dalam cerpen tersebut adalah kota J, kecamatan kota, kota
kabupaten N, penjara, dan hotel. Kota J digambarkan saat Sri menuntut ilmu di
sana dan juga Tun. Selain itu juga kehidupan keluarga Tun, Yos, dan Ginuk yang
pindah ke kota tersebut, disusul Sei kemudian. Kecamatan kota adalah kampung
tempat tinggal Sri dan suaminya. Kota kabupaten N adalah penggambaran sekilas
tentang tempat Martokusumo mengajar. Penjara adalah tempat yang sering kali
disinggung dalam cerpen tersebut di akhir cerita karena Tun di sana dan Sri
sebulan sekali menjenguknya di penjara. Sedangkan hotel sudah menjadi latar
tempat langganan Sri, di mana ia mencari uang di sana dengan menjadi seorang
tukang pijit.
b. Latar
Waktu
Pagi,
siang, sore, malam dalam latar waktu cerpen tersebut disampaikan secara
keseluruhan. Namun demikian, latar waktu yang dominan adalah pada malam hari.
Seperti yang telah digambarkan tentang penceritaan Sri memijit suami di malam
hari. Obrolan Sri dengan Embahnya di malam hari, pekerjaan Sri sebagai tukang
pijit di malam hari, dan lain sebagainya.
c. Latar
Sosial
Sri
Sumarah mencerminkan kehidupan sosial budaya masyarakat Jawa. Hal tersebut
dibuktikan dengan penggambaran tokoh yang dianalogikan dengan lakon-lakon
wayang, seperti Pandawa, Sembadra, Ratih, Kamajaya, Arjuna, Juminten, dan
sebagainya. Pemilihan nama dan status sosial juga sangat dipertimbangkan dalam
novelet tersebut, seperti pemilihan nama Martokusumo, tidak boleh sembarang
orang memiliki nama semacam itu (menunjukkan status sosial tinggi).
Selain
itu, dalam cerpen disisipi penggunaan bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa. Meski
tidak begitu banyak, namun penggambaran tokoh Sri Sumarah sudah mencerminkan sikap dan tingkah laku kejawen (bersifat kejawa-jawaan). Status
sosial, bahasa daerah, kebudayaan termasuk latar sosial budaya. Dengan
demikian, terbukti bahwa latar sosial budaya pada novelet Sri Sumarah sudah fungsional.
5. Sudut
Pandang
Narator
dengan leluasa mampu menjelaskan berbagai hal tentag tokoh, peristiwa, dan
tindakan, termasuk motivasi secara rinci. Dengan demikian, sudut pandang yang
digunakan adalah sudut pandang orang ketiga (dia) maha tahu.
6. Tema
Dari keseluruhan bacaan, maka
dapat ditentukan tema Sri Sumarah adalah
nilai-nilai keperempuanan Jawa.
D. KESIMPULAN
Dari identifikasi unsur-unsur
tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur intrinsik cerpen Sri Sumarah dapat dilihat dari domina
judul. Pada judul sudah menunjukkan bahwa tokoh dominan yang aka diceritakan adalah
Sri Sumarah. Makna dari namanya, ternyata mampu memboyong tema pada cerpen
tersebut, yaitu nilai-nilai keperempuanan Jawa, seperti: sumarah, menghormati suami lewat dapur dan tempat tidur. Unsur
wayang sebagai sosok analogi merupakan kekentalan kebudayaan jawa yang melekat.
Selain itu juga bahasa yang digunakan, khas Jawa, meskipun sedikit. Secara
keseluruhan cerpen tersebut dominan menyampaika latar sosial budaya yang
fungsional.
E. DAFTAR PUSTAKA
Kayam,
Umar. 2003. Seribu Kunang-Kunang di
Manhattan. Jakarta: Grafiti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar