Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Selasa, 31 Juli 2012

Aku Masih di Yogyakarta

Pagi ini sudah ada dering telepon. Sudah kuduga. Kemarin sore aku sedang sibuk, jadi pagi ini aku sudah yakin akan mendapat telepon. Telepon dari seseorang yang istimewa. Seorang yang selalu menawarkan cinta di setiap detiknya, namun sepertinya aku jarang menyadarinya.
Sepertinya ini sudah yang kedua kalinya ia katakan rindu dan dengan sedikit tawa karena menahan malu harus bilang "kangen". Mungkin ia malu karena sebelumnya ia tak pernah mengucapkannya. Namun, sepertinya kata-kata itu tak tertahankan. Aku dapat merasakan kerdahsyata rindunya saat ia mengucapkan "kangen". Alay mungkin, tapi bagiku itu adalah sebuah usaha yang patut diacungi jempol.
Aku jarang pulang ke rumah karena sibuk dengan kegiata kampusku. Bahkan, sebagian temanku mengira bahwa aku sudah lupa rumah karena sudah kepincut dengan lelaki Yogyakarta (lebih tepatnya yang tinggal di Yogyakarta). Haha..
"Anak macam apa kamu ini?" ungkapnya sambil merengek sedih kemudian disusul dengan tawa yang meggelegar.
Ya, aku seorang anak dan dia seorang ibu.
Sejak tahun 2010, wanita yang kusayangi itu harus berpisah dengan kedua anaknya. Satu di Yogyakarta dan satu lagi di Purworejo. Entah bagaimana rasanya, tapi aku ingat, dia selalu memberi kami motivasi tinggi untuk menuntut ilmu dan mengerti arti kehidupan. Ia selalu mengajari kami untuk memahami apa itu makna "prihatin".
2 tahun kemarin, bulan ramadhan aku memang jarang pulang. Tahun 2010 aku masih bertahan untuk beradaptasi dengan Yogyakarta dan kegiatan-kegiatan di sini yang ingin kujamah. Tahun 2011 aku harus bergemelut dengan buletin ospek. Dan tahun ini, tahun 2012, aku harus bergemelut dengan majalah.
"Buletiiiiiiin teruuuus" ibu sering kali mengucapkannya sebagai bentuk protesnya.
Sekarang sudah berubah jadi "Majalaaaaaah teruuuus". Entahlah. Haha.. aku juga sudah cukup lelah dan ingin segera pulang ke rumah untuk bertemu denganmu dan menikmati Ramadhan denganmu, ibuuuuuuu...
Aku akan segera menyelesaikan semua urusanku, hiks.. janji deh.. hiks..
Maaf, minggu ini aku tak dapat memenuhi pintamu untuk kembali ke rumah. Malah memintamu untuk mengunjungiku di Yogyakarta, Huhu. Tapi aku yakin, satu minggu lagi, aku yakin bisa pulang ke rumah, tunggu aku. Semoga ini ada jalan yang baik dan tidak ada penyesalan di akhir. Semoga...
Mom, i miss u...
mom and me

Senin, 23 Juli 2012

Tuhan Memeluk Mimpi-Mimpiku

Puasa.. jam segini perutku udah rewel, haha..
Entah kenapa sedari pagi aku googling, search lomba gratis berhadiah gede, search bisnis online modal Rp 0,- penghasilan jutaan, search lowongan bla bla bla.. ujung-ujungnya yang di search itu.. ya itu.. DUIT. Haha...

Emang gak bisa dipungkiri kalo aku butuh duit. Duniawi? so what? punya duit ngibadah juga gampag coy, ya nggak?

Pengen nganter ortu untuk haji?
ngasih rumah untuk ortu?
modal nikah dan berkeluarga?
biayain kuliah sendiri?
Pake duit coy! Lu pikir pake apa? Haha..
Santai, aku gak mo ngajakin ente buat ikutan bisnis jual mimpi ama aku kok. Hihi...

Beberapa artikel yang ku baca, lumayan lah menginspirasiku untuk berusaha mewujudkan mimpi-mimpiku.
Mungkin ini konyol, tapi kupikir bagus.

Jurusan pendidikan nih, nyicil lah ngajar jadi pengajar, bagi-bagi ilmu. Nulis buku juga asik nih, sampe best seller. Dapet duit buat nyeleseien kuliah. Udah lulus, tetep ngeksis nulis buku nih. Dapet duit buat modal nikah. Calonnya? hmm.. calon Mr. Suami udah jadi tenaga pendidik, lumayan lah, niat ibadah bagi-bagi ilmu ke anak orang, dapet imbalan dari Allah, yang kalo digabung cukup untuk nikah.

Gak pake resepsi juga gak masalah, yang penting sah. Kalo perlu, nikah di bulan Ramadhan. Resepsinya buber aja, sekalian reuni. Memberi makan berbuka bagi orang puasa, dapat pahala kan? bulan Ramadhan, lho.. penuh berkah, ya dimanfaatin. (Soal duit jangan terlalu beban dipikir di depan deh. Biasanya motivasi mencari nafkah itu semakin besar sesuai keadaan, apalagi dalam keadaan membina hubungan rumah tangga, insyaAllah motivasi tinggi. Optimis!)

Udah nikah, tinggal di mana? Cari kontrakan dulu deh, kalo mentok duit seret, jadi pengelola kos-kosan (kebetulan syaratnya harus pasangan suami istri), lumayan kan udah dapet tempat tinggal. Jadi pengelola kosannya siapa? cari noh di koran :p
Ah, tapi nggak. Minimal ngontrak deh.

Kebetulan dapet beasiswa S2 nih, waah lumayan. Udah punya suami, tapi tetep sekolah, gak masalah kan? Oh, gak masalah. Mr. Suami pengertian kok!

Wadoh, hamil. Gak apa, alhamdulillah, tetep kuliah, semangat belajar. Nyambi hamil, nyambi kuliah, tetep bagi-bagi ilmu deh, nulis buku, best seller lagi, royalti oh royalti. Patungan bareng suami nih, bisnis meeen.. apa ya?

Buka rental dan fotokopian, kebetulan rumah udah keboyong, dapet di daerah strategis, deket kampus dan perkantoran, hahaha... Sampingannya (sampingan yang serius) servis komputer, laptop, melayani jual beli, dsb. O RAHMAIN.COM. Gimana? Lha Alicom? Ganti nama lah. Keren kan? hohoho... Ngajakin sodara-sodara yang demen hal ihwal percetakan buat kerja sama, waaah usaha makin jaya, makan lancar.

Usaha lancar, masih bisa bantuin adikku dan adik-adik iparku sekolah tinggi. Ngirimin ortu dan mertua per bulan, dan jangan lupa sedekah. Lagi hamil, ngidamnya ngidam sedekah. Hihi...
Bayi udah lahir. Sehat. Lucu. Selamat datang. Lahiran, kemungkinan duit ngepas nih. Nambah deh, muter duit. Nyoba jadi agen koran, pembayaran listrik, pulsa. O RAHMAIN Agency. Bagus gak?

Anak udah mulai gede, kuliah S2 mau kelar.
Lulus S2. Jadi dosen. Pemasukan tambah nih. Apalagi bukuku yang kesekian kalinya udah laris manis nis nis. Hmm...

Ok, pemasukan bisa buat bantuin ortu dan mertua. Lumayan bisa buat modal buat bisnis. Mertua jago masak, bisnis kuliner donk. Ortuku? bisnis kuliner juga boleh lah, sambel bikinan babe jos mantyap jaya! (kok sendiri-sendiri? yaa.. kan beda kota, satunya di timur, satunya di tengah :p)

Semua berjalan lancar. Tapi kemungkinan untuk molak-malik pasti ada. But, all is well.. yang penting ngidamnya sedekah. Hah? ngidam? hamil lagi? Ups!

bersambung....

Kamis, 19 Juli 2012

"Aku Masih Berharap Tentang Esok Pagi, Tentang Subuh, Aku Akan Menemuinya," Ucapnya.

Lagi-lagi pagi tadi dia melewati subuh. Semula dia bangun lebih awal dari biasanya. Karena terlalu awal, dia memutuskan untuk tidur sebentar lagi. Tapi apa daya, bisikan setan lebih kencang, merayunya untuk tidur hingga siang, melewati subuh. Lagi-lagi tak menyapa duha. Sepertinya memang benar-benar lupa dan bahkan tak mengenal lagi.
Siang itu dia mengelilingi Yogyakarta dengan kekasihnya.
Ke belakang makam pahlawan, perpustakaan, dan tukang tambal ban. Ban motornya tertusuk paku kecil yang entah dari mana awal pertemuannya.
Dia menghabiskan malam degan misinya untuk mendapatkan sebuah kompor. Menjelang puasa dia akan aktif dengan kompor.
Dia menyelesaikan urusannya malam itu, selesai.
Malam itu seperti biasa, dia menulis, online, menulis, online. Untung onlinenya lancar, dia cukup senang.

"Aku masih berharap tentang esok pagi, tentang subuh, aku akan menemuinya," ucapnya.

"Belum Ada Ucapan Selamat Apa pun dariku, Selamat Beraktivitas," Ucapnya.

Ternyata benar, tanpa perencanaan untuk tidur. Kemarin malam dia bisa tidur kemudian bangun pagi.
Tadi pagi dia bangun pagi, bertemu subuh, namun masih melewati duha, sepertinya sudah lupa.
Pagi tadi dia bisa menikmati udara pagi di alun-alun utara bersama kekasihnya. Lagi-lagi.
Tanpa pemanasan, keliling, beberapa putaran, lelah, istirahat, pendinginan, sambil bercakap. Pulang, singgah di pasar untuk mendapat beberapa butir buah nangka. Usai menikmati pagi tadi dengan kekasihnya, dia kembali ke singgasana untuk mencicipi buah nangka yang sudah diidamkan beberapa bulan yang lalu. Dia mandi untuk bersiap ke kampus. Urusannya di kampus selesai, dia cukup senang. Kemudian dia mengunjungi suatu tempat untuk menuangkan segala ide, obsesi, semangatnya. Dia lupa belum makan pagi, yaitu sarapan atau pun makan siang. Dia lapar. Namun, belum sempat, kawannya memaksanya untuk menetap bertahan di tempat itu. Berlalu dan selesai. Dia akan makan bersama kekasihnya. Namun terlambat. Kekasihnya ada urusan lain. Dia makan sendiri.
Sore, seperti biasa dia kuliah. Bosan. Tapi masih ada keinginan untuk belajar lagi, apapun itu.
Seusainya dia kembali ke tempat menuangkan segal ekspresinya. Di sana dia mendapatkan banyak hal. Hingga malam datang. Dia makan malam bersama kekasihnya. Dengan menu yang sama di hari-hari sebelumnya.
Makan, nonton televisi, bercakap, kemudian kembali ke singgasana. Seperti biasa, dia menulis, online, menulis, online, menulis, online. Online membuatnya suntuk karena entah signal atau modem tak mendukung untuk online, membuatnya suntuk.
Malam ini dia tidak akan merencanakan untuk tidur lebih awal lagi. Tapi berharap bangun awal, bangun pagi.
 
"Belum ada ucapan selamat apa pun dariku, selamat beraktivitas," ucapnya.

Selasa, 17 Juli 2012

"Selamat Beristirahat, Semoga Besok Bisa Bangun Pagi," Ucapnya.

Usai mengucapkan pengantar malam dan pengantar tidur, dia tak dapat memejamkan matanya. Sudah kesekian kalinya dia meniatkan diri untuk tidur dan bangun pagi. Namun, selalu gagal.

Dia selalu tidur pagi dan bangun siang. Melewati subuh dan sudah tak mengenal duha lagi.
Pekerjaan menyetrika yang sudah diagendakan dalam kalendernya pun hanya selalu menjadi coretan penghias kalendernya.

Bangun dari tidurnya ia dikejutkan dengan dering telepon dari kekasihnya.

Enggan diterima karena masih mengantuk dan malu karena bangun siang.

Namun, dia memilih menerima telepon itu.

Yang berbicara mengaku dari pihak kepolisian.
 
Tidak terkejut. Itu ulah kekasihnya yang usil.

"Tangkap saja dia," celetuknya.

Sebongkah tawa dari kekasihnya di ujung sana. Kemudian pamit dan meminta agar dia segera mandi. Seperti biasa, sarapan pagi.

Bukan sekedar guyon. Hari itu dia memang harus berada di kantor polisi.

Jam setengah sepuluh.

Ditunda jam sepuluh.

Ditunda lagi jam sepuluh lebih seperempat.

Karena makan pagi, yaitu sarapan.

Kantor polisi, berjalan, menunggu, berjalan, menunggu, berjalan, menunggu, sesekali menguap, dan menulis. Banyak ide di sana.

Sepulang dari kantor polisi. Dia kembali ke singgasananya. Lagi-lagi bergemelut dengan menulis, online, menulis, online, dan belajar bahasa Inggris.

Sorenya, dia kuliah.

Kembali ke singgasana untuk menulis lagi, online lagi, menulis, online.

Seperti biasa kemudian makan malam.

Tentang kekasihnya yang mengeluh sakit kepala.

Tentang susu coklat yang diminta.

Tentang tiga buku tebal inventaris perpustakaan masa depan.

Dan seterusnya.

Hingga malam ini. Bayangan belajar, belajar, dan belajar.

Malam ini lagi, malam ini lagi, dia tidak akan merencanakan untuk tidur. Itu hanya akan membuatnya semakin sulit untuk memejamkan mata. Hari ini dia akan menyelesaikan beberapa tanggungannya dan menulis. Dia tak akan lagi mengucapkan selamat malam dan selamat tidur. Dia merasa yakin akan segera lelah kemudian tertidur tanpa ada perencanaan.

"Selamat beristirahat, semoga besok bisa bangun pagi," ucapnya.

Senin, 16 Juli 2012

"Selamat Malam, Selamat Tidur," Ucapnya.

Pagi ini dia terbangun dari tidurnya, melewati subuh, mengarungi matahari, bertemu duha, namun tak menyapa.

Pagi itu dia menyibukkan diri dengan 12 pakaian kotornya untuk dicuci. Ditambah satu sarung yang tertinggal. Satu jaket yang tertinggal pula. Satu lagi, ia lupa belum mencuci mukenanya.

Sambil menunggu rendaman pakaian kotor, dia membersihkan singgasananya. Bersih, namun tak seluruhnya. 

Mencuci sudah, menjemur sudah. Dia mandi, bersiap untuk makan pagi, yaitu sarapan.

Sarapan sudah. Dia belajar bahasa Inggris. Bercakap-cakap dengan orang di sampingnya. Sebentar, pamit pulang untuk tidur.

Dia tertidur hingga harus melewatkan masa studinya di kampus.

Sorenya dia pergi ke suatu tempat, menulis, online, menulis, online, menulis, online, kemudian pamit pulang untuk makan, yaitu makan malam.

Dia makan malam, melupakan tanggungan ini tanggungan itu. Dia menonton film, tertawa, bahagia, senang, kemudian pamit pulang.

Dia kembali ke singgasana, menulis, online, menulis, online, menulis, menulis, dan menulis.

Dia lupa bahwa malam ini dia harus segera tidur, bangun pagi, menyapa subuh, sarapan pagi, dan pergi untuk menyelesaikan tanggungannya yang sudah lama ditanggung.

"Selamat malam, selamat tidur," ucapnya.

Terima Kasih

Oh, tidak. Signalnya yang buruk atau memang modem yang tidak memenuhi kualifikasi hanya karena harganya terpaut murah. Aku tidak akan mengungkit kekecewaanku atas hilangnya modem yang kudapat dari hasil jurus utangku. Ups! Tapi terlanjur aku membahasnya.

Terima kasih karena aku masih bisa menikmati googling dengan modem pinjaman dari pulsa patungan. Terima kasih karena aku lebih sering memakainya. Terima kasih dengan begini aku bisa update tulisan di blogku. Terima kasih dan terima kasih karena kau sudah mau menjadi kekasihku. Hehehe..
kita
Memasang foto seperti ini mengundang komentar kalau-kalau aku ngebet nikah. Santai, lho! Aku cuma sedang dimabuk cinta kok, hahai..

Minggu, 15 Juli 2012

Genggam Dia di Alun-Alun Utara Yogyakarta

Malam ini dia akan menghabiskan waktu sebelum jam sepuluh malam bersama kekasih barunya. Setelah mengisi perut dengan mi ayam dan teh hangat, alun-alun utara Yogyakarta menjadi tempat bersinggah selanjutnya. Disaksikan keraton Yogyakarta, bagian tengah hamparan tanah alun-alun utara adalah wilayah yang dipilih. Banyak pasangan pemuda, petua, dan lain serupanya, mereka sudah mengambil beberapa wilayah untuk dikuasai. "Wilayah ini milik kami". Kebanyakan dari mereka duduk di atas motor, berpelukan, bergandengan tangan, bermesraan, dan mungkin berciuman meski tanpa saksi. Hamparan alun-alun itu penuh dengan tanah, yang berwarna hijau hanya di atas batang pohon yang terpenjara dalam balutan bata putih. Sorotan lampu kuning menyala bagaikan matahari di malam hari. Alun-alun terbakar. Ya, terbakar api asmara yang terkumpul dari mereka yang sedang beradu kasih.

Dia. Gadis yang baru saja mengenal Yogyakarta dan seorang pacar. Menghabiskan malam di alun-alun utara hanya membuatnya sibuk mengamati. Malam itu hanya dia dan kekasihnya yang tak serupa seperti pasangan lainnya. Kekasihnya duduk di atas motor dan dia memutari kekasihnya yang sedang duduk di atas motor.

"Apa yang kamu lakukan sedari tadi? duduklah!"

melihat yang lain... ingin
Dia hanya tersenyum, kemudian duduk di atas motor. Pandangannya masih menyapu sekitar alun-alun Yogyakarta. Lambat laun, pandangan itu memudar. Dia mencoba melirik tangannya, tak digenggam. Dia melirik tangan kekasihnya, begitu rapi dalam pangkuan tas. Dia melirik. Kekasihnya menyadari.

Berlalu...

"Begitulah aku dan keluargaku," kekasihnya melempar senyum.

Dia pun turut tersenyum. 

"Tiga puluh menit lagi jam sepuluh, mari kuantar kau pulang."

Dia hanya tersenyum mengangguk turut.

Berlalu...

"Maaf, jika hari ini kamu terlalu lama menjadi pendengarku," ucap kekasihnya usai dia turun dari motor.

Dia hanya tersenyum.

"Maaf, jika tidak ada sentuhanku padamu malam ini," ucap kekasihnya sembari menunduk.

"Semua yang kau ceritakan padaku malam ini lebih dari sekedar menggenggam tanganku."

Kekasihnya pun tersenyum. Pipinya merah, kemudian ia berlalu, dan pergi.

Dia mengamati kepergian kekasihnya, jari jemarinya saling meremas, menahan keinginan.

Sabtu, 14 Juli 2012

Fiksi, Fiktif, Sejatinya adalah Obsesi

Matamu terpejam. Menggiurkan nafsuku untuk mengecup kening dan kedua pipimu. Menggemaskan. Diapit dua guling yang semakin membuatku gemas. Semakin memuncakkan nafsuku untuk menghujami tubuhmu dengan kecupanku. Hargh. Membelai rambutmu. Pelan. Lembut. Kau begitu mempesona. Aku ingin memeluk erat tubuhmu, tapi aku takut itu akan menyakitimu. Aku ingin membawamu pergi dari sini. Jauh dari pandangan banyak orang. Aku ingin memilikimu seutuhnya. Tak ada cuilan sedikitpun untuk orang lain. Mmm. Mungkin terkecuali untuk ibuku. Eh, untuk ayahku juga. Tapi, tidak. Ah, tidak. Semua orang bisa menikmatimu. Karena kau begitu mempesona. Tak aka mungkin kuhabisi untukku sendiri. Tapi, lihatlah! butuh pengorbana besar untuk mendapatkanmu. Aku harus begini, begini, kemudian begini, begini lagi, hingga begini, dan begini, mungkin seterusnya ada lagi selain begini. Ah, lelah.
baby

Aku tidak tahu itu bayi siapa. Aku hanya sedang berimajinasi bahwa bentuknya kurang lebih seperti itu. 
Sebelum mendapatkannya, aku harus mengandung jabang bayi, mungkin 9 bulan.
Sebelum mengandung jabang bayi, aku harus dihamili.
Sebelum dihamili, aku harus menikah.
Sebelum menikah, aku harus punya lelaki yang akan menikahiku.
Sebelum punya lelaki calon pendampingku, aku harus menemukannya dalam tumpukan berkas ijazah. Ya, sekarang syarat pernikahan harus ada ijazah sarjana dan bahkan gelar Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ampunlah, sekarang sudah banyak yang bosan jadi pegawai.
Masih banyak jalan yang harus dilalui. Ini fiksi. Ini fiktif. Namun, sejatinya adalah obsesi.

Tak Selamanya Diam itu Emas: Action!

Haloo..
Hari ini badanku sudah cukup membaik. Pagi ini aku lebih banyak menghabiskan di ranjang alias tidur puanjaaang. Usai kucukupkan diri tidur kemudian mengumpulkan nyawaku kembali. Aku beranjak mandi, sholat duhur, kemudian makan siang bersama someone special. Sebelum makan siang, beli jus dulu. Haha.. gaya banget sih? kayaknya gak penting. Aku cuma mo bilag kalo hari ini aku nonton film, bagus!

Filmnya berjudul Bond of Silence.
Bond of Silence

Yang jelas, film itu terinspirasi dari kisah nyata.
Ceritanya begindang..

Ada pasangan suami istri yang harmonis sekali. Mereka bernama Katy dan Bob.
Bob
Katy
Mereka punya 2 anak, kembar. Satu laki, satu perempuan. Mereka keluarga yang harmonis. Suatu moment tahun baru. Mereka merayakan tahun baru dengan teman-teman mereka. Kebetulan, di depan rumah mereka juga ada pesta, tapi bedanya, yang pesta itu anak-anak muda. Nah, si Bob dan kedua kawannya mencari Shamen, pemilik rumah yang sedang mengadakan pesta di rumahnya (pesta anak muda). Pas Bob buka salah satu kamar, di dalamnya ada banyak anak muda. Bob meminta mereka semua bubar. Sebagian ada yang keluar, sebagian ada yang merasa tertantang. Hyaaaat... Duaaaar... tahun baru tlah tiba. Katy merasa gelisah karena suaminya tak balik-balik juga. Hingga akhirnya, kedua teman yang berada di rumah Shamen menemukan Bob dalam keadaan tergeletak. Segera ia dibawa ke rumah sakit, namun ternyata ia tak dapat diselamatkan, mati.

Setelah diotopsi, Kematian Bob diakibatkan karena dibunuh. Detektif pun mulai beraksi. Dilakukan tanya jawab dengan beberapa orang yang berada dalam kamar tersebut. Bla bla bla... beberapa orang dalam kamar tersebut saling menutupi karena orang yang memukuli Bob adalah kawan mereka. Orang tua dari mereka juga berusaha mencegah usaha polisi dan detektif saat melakukan interogasi. Yah, namanya juga orang tua. Percaya kalo anaknya gak mungkin membunuh, wajar kalo akhirnya mereka melindungi anaknya dan berusaha untuk tidak mau tahu dengan peristiwa tersebut. Namun, di antara mereka pasti ada yang tekanan batin kan? Hingga akhirnya, di antara mereka ada yang lapor polisi. Tertangkap! Tapi hanya satu. Padahal, yang memukuli mereka tidak hanya satu. Siapakah pelaku lainnya?

Nonton sendiri aja deh, seru kok. Yang pasti nggak bakalan menyangka deh kalo endingnya seperti itu. Hehehe...
Kalo berdasarkan kisah nyata. Akhirnya Katy menjadikan Kisah Bob sebagai pembelajaran bagi kaum remaja. Ia menjadi pembicara di mana-mana, bahkan ditemani dengan pelaku yang membunuh suaminya.

Selamat nonton...

Jumat, 13 Juli 2012

Waspadai Flu dan Sinusitis: Kisah Nyata dari Penderita Sinusitis

Pilek ini menyiksaku, sungguh!
Rasa-rasanya aku sudah bolak-balik rumah sakit sampe tiga kali. Bahkan, opname! Karena apa? ya, karena umbelen. Pilek. Flu. Aigooo.. sinusitis.
Pernah mendengar penyakit sinusitis? bila belum tahu, silakan klik di sini.

Dokter pernah bilang, pantanganku sebagai penderita sinusitis adalah jangan sampai pilek. Karena hidungku bengkok, maka kalau pilek, takutnya cairan akan mudah naik ke dahi. Dokter bilang, aku punya alergi. Alergi yang dimaksud adalah dikit-dikit hatsyiiim.. dikit-dikit srooooot....
Nah, untuk mengatasi alergiku itu, aku sendiri lah yang bisa menentukannya. Aku harus memperhatikan diri sendiri, kira-kira karena apa aku bisa pilek.

Namun, secara garis besar dan pada umumnya, dokter bilang:
- aku harus menghindari minum air dingin, (bisa bayangin gak sih, kalo buka puasa, minuman dingin tuh paling menggoda)
- jangan sampe nangis, (robot kali ya aku ini? sampe-sampe gak boleh nangis)
- kedinginan, dsb.

Selain itu, sangat disarankan untuk menghirup uap panas dan makan yang pedes-pedes.
Memang banyak artikel yang menyebutkan kalau penderita sinusitis akan lebih baik jika makan makanan yang pedas. Tapi, bukankan makan makanan yang pedas itu bikin irung gampang mbeler? Nah, lho?

Ternyata eh ternyata, mbelernya kan bukan karena pilek penyakit, tapi malah akan memperlancar pengeluaran kotoran dalam hidung. Atau gimana lah, kurang lebih seperti itu. Haha...

Kupikir, semua orang pasti pernah mengalami flu. Yah, intinya, biar gak sampe sinusitis. Kalo flu, jangan dibiarin begitu saja. Diberi obat, oke? kalo lebih dari 3 hari gak sembuh-sembuh, ke dokter yak?

Sekedar berbagi aja, kenapa aku bisa kena sinusitis:

Pertama, karena udah dari sononya hidungku bengkok ke kanan, jadi lubang hidungku sisi kanan itu sempit. Konon, dulu waktu aku bayi, setelah mandi, ibuku selalu menggosok-gosok hidungku lembut sekali dengan handuk. Mungkin karena saking gemesnya kali ya? gosokan itu makin kenceng terus bikin hidungku bengkok, aiya iya iyaaa :D

Kedua, aku orang yang ngerasa jijik dan risih kalo ada cairan di lubang hidungku. Maka, aku selalu memaksa keluar cairan dalam hidungku itu kencang-kencang. Hingga hidungku memerah dan bahkan berdarah (tapi bukan mimisan, lho!). Itu terlalu berbahaya untuk hidung. Saran dokter sih, kalau pilek, lebih baik ditelan. Jangan ditarik ke atas atau dikeluarkan secara paksa. Kalaupun mau dikeluarkan, tutup lubang sebelah secara bergantia, jangan mengeluarkan dalam keadaan lubang hidung terbuka semua. Tapi kalau memang mau ditelan, di lambung gak bermasalah, tapi kemungkinan besar ngefeknya ke tenggorokan, huhuiii...

Ketiga, kalo aku terserang flu, aku nggak pernah mengobatinya. Kenapa? karena aku gak doyan obat dan males banget kalo harus minum obat. Aku seringkali mendiamkan fluku lamaaaaaa bersarang, karena aku selalu berpikir bahwa fluku akan segera berakhir dengan cukup istirahat, tanpa minum obat sekali pun.

Gejala awalnya sih aku pusing buangett. Sampe-sampe dulu aku beginjalan kayak orang kesurupan, teriak-teriak sambil nangis, dan bikin panik orang-orang sekitar. Itu dulu waktu SMP kelas 3. Check di rumah sakit, katanya kemungkinan ada tumor di kepala. Pas nanya harga ronsen kepala, 7 juta kalo gak salah. Yo wis pulang aja lah, tuh dokter lebay banget. AKhirnya ke tempat pak kyai. hehe..
Kata pak kyai, kepalaku aman-aman saja. Bahkan, malah ditebak kalo aku lagi banyak pikiran. Mikirin ujian nasional dan pengen kerja alias berpenghasilan mandiri, haha..

Naik jenjang ke kelas 3 SMA. Kambuh lagi. Pas upacara bendera hari senin. Aku diboyong sama anak-anak PMR. Kasihan banget mereka itu, aku kan berat banget. Aku digeletakkin di bawah pohon, sambil sesenggukan nangis, aku nggak teriak-teriak kayak dulu lagi, soale udah tambah gede sih, punya malu, hihi... waktu itu aku dibisikin sama temenku,"Jangan nangis, ntar tambah sakit. Jangan terlalu dipikir atau dirasain. Istigfar.."
Dari kata-katanya itulah aku mulai mencoba nggak ngrasain tuh sakit, berusaha cuek, tapi ya apa mo dikata? sakit banget, huhu..

Waktu diboyong ke UKS, sebelum dapet kasur, aku digletakin di lantai. Gak hati-hati. Aku langsung ngedumel sama mereka dan mereka minta maaf, hihi aku bener-bener inget waktu itu. Pas udah dapet kasur, aku dikasih obat (aku lupa apa obatnya), pokoknya aku bisa tidur, bangun-bangun udah agak mendingan, pusingnya mulai reda, gak sedahsyat yang tadi. Pas jam istirahat aku ditengokin temenku, dibeliin makan, disuapin pula, hihi... 

Yah seputar itulah, hingga akhirnya aku opname yang pertama. Di opnameku yang pertama. Kalau pas gak kambuh, ya aku sehat-sehat aja, ditensi juga normal. Tapi kalo pas kambuh, bagian kepala ke atas down. Aku bener-bener ngerasain pusing yang dahsyat, cenut-cenut, mungkin ekspresiku pas kesakitan mirip sun go kong pas dibacain mantra sama biksu tong, hiyaaa...

Opname pertamaku itu ditanggapi sinis sama dokter, katanya aku sehat-sehat aja, ngapain opname? wah resek! Sampe akhirnya aku langsung minta pulang hari itu juga! Tapi belum boleh pulang, karena ternyata si dokter ngasih saran untuk foto ronsen saja. Usai foto, ketahuan deh, aku mengidap sinusitis. Huhuuuu... Ada tawaran operasi, tapi aku gak mau. Ibu juga takut kalo operasi di kepala itu menakutkan. Pulang deh!

Samapi akhirnya setelah tes SM UNY, aku merasa sering kambuh tuh pusing, akhirnya diputuskan untuk operasi. Operasi sukses! Hari pertama pulang ke rumah aku langsung ke warnet, alhasil.. balik-balik ke rumah aku ngerasa pusing lagi. Balik opname lagi deh. Haha.. dari kejadian itu, aku memang harus istirahat total.

Hingga sekarang... kadang masih kumat sih, he..
apalagi pileknya.. sebulan bisa sekali pilek berat alias meriang. Merindukan kasih sayang, aigooo.. serius serius serius! :D
Bulan kemarin di tanggal belasan aku flu berat, sekarang pun juga. Aigooo..
Aku alergi dan sampai saat ini belum tahu alergi apa.
Oke cukup sekian, semoga pengalamanku ini bermanfaat untukmu..
Waspadai pilek, sinusitis, jaga kesehatan, ok!!!!

Musik Masih Latah, Buang Saja

Berbicara soal musik, kini musik Korean-Pop (K-Pop) mulai menjamur di Indonesia. Boy atau girl band sudah bukan lagi sesuatu yang asing di Indonesia, sejak zaman Trio Libels, AB Three, sampai pada SMASH, Seven Icon. Berbeda sekali dengan boy atau girl band terdahulu, kini boy atau girl band tak punya harga jual untuk suara mereka, hanya menonjolkan tampang dan koreografi yang itu-itu saja, sehingga hanya mirip orang-orang senam berkedok menyanyi. Perempuan dengan dandanan seksi, centil ala Korea dan lelaki cantik mulai banyak bermunculan di layar kaca. Album mereka sudah mulai ke mana-mana dan bahkan audisi penyaringan bakat mulai ramai di program televisi. Ini bermula dari Jepang-Pop (J-Pop) yang melatahkan Korea, menjadi K-Pop, kemudian K-Pop melatahkan Indonesia. Sudah kehabisan akal kah untuk menciptakan hal yang baru? Masih banyak karya musik asli Indonesia yang bisa diapresiasi, kenapa harus latah?
Kini, K-Pop mulai mengalihkan perhatian masyarakat Indonesia, terutama pemuda di Indonesia sebagai generasi bangsa. Jargon “Cinta Indonesia” pun hanya potongan kata sebagai label kaos yang diperjualbelikan. Musik keroncong, karya musik asli Indonesia mulai tak dikenali lagi. Entah mungkin karena keroncong tak lagi menarik atau tidak diminati masyarakat Indonesia atau sepertinya harus menunggu “tetangga” mengganyang keroncong, kemudian barulah Indonesia berkoar-koar tidak terima hasil budayanya diambil.
Jumlah penjualan Compact Disk (CD) maupun kaset mulai turun. Pihak penjualan pun menutup kerugian mereka dengan penjualan Ring Back Tone (RBT). Belum lagi pembajakan CD atau kaset yang merajalela, ini menunjukkan bahwa mutu musik Indonesia semakin terpuruk. Dari segi lagu, musisi sudah mati gaya, tak sanggup lagi berkarya, hingga akhirnya lagu-lagu terdahulu dipermak dan dirilis ulang. Dari segi penyanyi pun juga demikian, kualitas suara tak lagi jadi pertimbangan. Penyanyi dari pemain sinetron dengan suara pas-pasan dipaksa untuk menyanyi, bahkan seorang Brigadir Polisi Satu (Briptu) yang membuat video lipsync dipancing agar menjadi seorang penyanyi dan hidup di dunia entertainment, sampai-sampai harus melepas ke-briptu-an-nya. Namun, apa yang terjadi selanjutnya? Tak lagi laku di pasaran. Hal ini karena musik Indonesia terpaksa melakukan semuanya demi mengikuti tren dan agar laku di pasaran.
Lalu apa esensi sesungguhnya yang ditawarkan pada 9 Maret 2012 kemarin? Di mana 9 Maret hari yang telah ditetapkan delapan tahun lalu oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai Hari Musik Nasional. Sungguh, Hari Musik Nasional ini bermaksud mengingatkan kita agar lebih menghargai hasil karya musisi negeri ini. Serupa dengan Persatuan Artis Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI) yang mengusulkan hari nasional tersebut karena banyaknya pembajakan produk musik di Indonesia.
Selain itu, perlu dimaknai pula bahwa pemusik di negeri ini bukan hanya mereka yang sering muncul di layar kaca. Kita memiliki pemusik jalanan yang menjajakan musiknya di dalam bus, kereta, di terminal, di stasiun, dari rumah ke rumah, toko ke toko, dan di tempat umum lainnya. Sejatinya, setiap karya patut untuk dihargai.
Musik merupakan produk budaya. Kemajuan musik suatu bangsa menunjukkan kemajuan bangsa tersebut. Namun demikian, kegalauan yang terjadi adalah bagaimana bisa menghargai hasil karya musisi negeri ini kalau karyanya monoton? Meski ada perbedaan, itu pun sedikit. Kemudian, bagaimana menghargai para penyanyi saat ini jika keberadaannya mirip jalangkung, datang tak dijemput, pulang tak diantar, singgah sementara kemudian hilang. Produk asli Indonesia sudah patut untuk dibanggakan. Jika masih saja menganggap bahwa “Barat” adalah yang paling modern dan budaya kita “primitif”, ya sudah, mau apalagi? Untuk apa Indonesia masih tetap bertahan? Lama-lama Indonesia berubah nama menjadi Indorika, Indorea, atau bahkan Indomie.

Ade Rakhma Novita Sari
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta sekaligus pencinta musik Indonesia.

Ujung Cinta tak Terduga

Ujung cinta memang tak dapat diterka. Siapa sangka jika pertemuan di sebuah kota istimewa dapat menumbuhkan benih cinta. Siapa sangka dan siapa sangka. Semua berlalu tanpa diduga, mengalir seperti air, berputar seperti bumi yang mengelilingi matahari, dan berhenti pada sebuah kematian.
Berawal dari keinginan Tomi untuk merantau, menuntut ilmu di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia beranjak dari Desa Legowo, desa yang masih sibuk dengan hasil panen beras dan kurang mempedulikan pendidikan. Tomi, pemuda yang berani melangkah pada jalan yang tak biasa ditempuh. Tujuannya satu, ia ingin membuka tirai pemikiran warga di desanya untuk lebih berpikir terbuka terhadap pendidikan.
Satu tahun Tomi di Yogyakarta, Tomi berjumpa dengan seorang gadis yang menyentuh hatinya, yaitu Bella. Bermodal Ratih, mak comblang kepercayaan Tomi, Tomi dan Bella pun berpacaran. Empat tahun berlalu mereka menjalin cinta. Tiba pada saat kelulusan, Tomi menjadi sarjana. Ia pulang ke kampung asalnya, Desa Legowo. Ia kembali dengan beberapa misi yang sudah dipersiapkan. Ia mulai misi utamanya dengan membuka pendidikan luar sekolah, yaitu melalui organisasi pemuda, karang taruna. Ibu Tomi sangat bangga dengan anaknya, terlebih saat melihat kedekatan Tomi dengan Ratna, gadis Desa Legowo yang berada pada satu organisasi yang sama dengan anaknya. Tomi dan Ratna memang sudah dikenal dekat di kalangan desa tersebut. Meski memang ada benih cinta Tomi pada Ratna, namun Tomi tetap mempertahankan cintanya dengan Bella sekalipun jarak sedang memisahkan mereka. Tomi sudah yakin akan menikah dengan Bella nantinya.
Ujung cinta memang tak dapat diterka. Siapa sangka jika dua orang yang saling mencintai harus berpisah karena di satu pihak harus menuruti kemauan orang tuanya untuk menikah dengan perempuan pilihan orang tuanya. Siapa sangka dan siapa sangka. Semua berlalu tanpa diduga, mengalir seperti air, berputar seperti bumi yang mengelilingi matahari, dan berhenti pada sebuah kematian.
Ibu Tomi merasa cocok dengan Ratna. Ia ingin anaknya menikah dengan Ratna. Tomi sudah menjelaskan pada ibunya bahwa ia sudah mempunyai kekasih di Yogyakarta, namun tak sedikit pun ibunya mempertimbangkan alasan Tomi. Ibunya sudah mantap bahwa Tomi harus menikah dengan Ratna.
“Beri kesempatan pada kami untuk saling mengenal,” pinta Tomi pada ibunya.
“Kalian sudah dekat di karang taruna, apalagi yang belum kalian saling kenali?” tanya ibunya.
“Itu hanya penilaian Ibu sekejap mata, aku belum begitu mengenal Ratna, begitu pun dia. Bila ibu tak percaya, coba tanyakan pada Ratna,” Tomi meyakinkan ibunya.
“Baiklah, terserah kamu. Yang jelas, kemarin ibu ke rumah Ratna dan sudah bilang pada kedua orangtuanya bahwa kau akan melamarnya.”
Jawaban itu sangat mengguncang kejiwaan Tomi. Ia semakin teringat pada kekasihnya di Yogyakarta yang dengan setia menunggu lamarannya, tubuhnya gemetar. Tomi berharap bahwa lamarannya ditolak Ratna, ia pun mencoba menemui Ratna dan memintanya agar jika nanti ia melamar, Ratna menolaknya.
“Kenapa harus menolak? Bagaimana jika ternyata aku pun juga ingin menikah denganmu, Mas?”
Mendengar jawaban itu, Tomi berasa dihujam pedang panjang.
“Kau tak mencintaiku kan?” tanya Tomi yang sebenarnya menyimpan benih cinta juga pada Ratna.
“Kenapa pertanyaanmu seperti itu? Apa sikapku selama ini tidak meyakinkanmu bahwa aku mencintaimu?”
Hati Tomi pun luluh lantah seketika. Benih cinta yang tertanam itu mulai disiram dengan air. Tomi merasa benih cinta itu tumbuh dengan lebatnya. Tomi melihat mata Ratna dengan lekat. Seketika ia lupa tentang Yogyakarta dan Bella.
Ujung cinta memang tak dapat diterka. Siapa sangka jika lelaki yang harus menikah dengan perempuan pilihan orang tuanya itu menghamili perempuan tersebut sebelum ikatan sah mereka dapatkan. Siapa sangka dan siapa sangka. Semua berlalu tanpa diduga, mengalir seperti air, berputar seperti bumi yang mengelilingi matahari, dan berhenti pada sebuah kematian.
Ratna hamil. Ia hamil sebelum ia dilamar Tomi. Ini bukan informasi yang baik bagi Tomi yang kemudian Tomi bisa meninggalkan Ratna dan menikah dengan Bella. Ratna hamil, mengandung anak Tomi. Tomi harus menikahi Ratna dan meninggalkan Bella yang sudah cukup lama menanti lamaran Tomi di Yogyakarta. Hubungan kerabat antara keluarga Tomi dan Ratna pun semakin kacau. Pihak keluarga Ratna merasa ini adalah mutlak kesalahan Tomi. Sedang keluarga Tomi bersikukuh bahwa Ratna lah perempuan yang menggoda Tomi.
Berita tersebut telah sampai pada Bella. Hatinya terguncang. Dalam penantian, Bella dilamar dua lelaki, namun ia menolak karena Bella yakin Tomi akan datang padanya dan melamarnya. Namun, yang datang padanya adalah kabar yang menghancurkan tembok kesetiaan yang telah ia bangun. Bella frustasi dan ia memilih untuk bunuh diri.
Mengetahui hal itu, Tomi pun turut frustasi, ia merasa bersalah pada Bella. Ia meratapi kesalahannya hingga ia menjadi gila. Hal itu memberi tekanan baru bagi Ratna. Ia harus menopang janin itu sendirian, belum lagi tekanan dari keluarga dan olokan tetangga. Ratna tak sanggup, ia pun turut serta memilih untuk bunuh diri.
Ujung cinta memang tak dapat diterka. Siapa sangka kisah cinta yang diyakini berakhir indah harus berakhir dengan duka. Siapa sangka dan siapa sangka. Semua berlalu tanpa diduga, mengalir seperti air, berputar seperti bumi yang mengelilingi matahari, dan berhenti pada sebuah kematian. Ya, kematian adalah akhir dari kisah cinta yang rumit.