Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Sabtu, 30 Juli 2016

Menengok Blog

Setelah mengikuti sharing dengan mbak Widya tentang BLOG, malam ini setelah saya merevisi buku ajar untuk skripsi saya, saya sempatkan buka blog. Dan... mengejutkan. Ada yang memberi komentar. Dapat komentar di blog itu rasanya menyenangkan. Sangat menyenangkan bahkan. Karena... itu pertanda ada yang datang berkunnjung ke blog saya kemudian bersedia membaca tulisan saya. Tak hanya membaca tapi juga bersedia meninggalkan jejak di komentar. Mendapat perlakuan seperti itu tentu saja membuat saya bahagia.

Jumlah pengunjung pun semakin bertambah. Jadi ingat dulu pertama kali buat blog. Tiap hari selalu dipantau jumlah pengunjungnya. Dulu dapat puluhan pengunjung sudah bahagia. Eh, sekarang blog dianggurin, sekali ditengok udah puluh ribuan yang berkunjung. Ini menunjukkan kalau "Aku menulis, maka aku ada". Ya, menulis itu bentuk eksistensi diri. Eksistensi = ADA.

Terakhir update tulisan bulan Maret 2015. Tulisan terakhir tentang kehamilan. Coba aja bisa rutin berbagi cerita tentang kehamilanku kemarin ya? Seru pasti. Tapi sudah terlanjur. Aila sudah lahir. Mungkin untuk nanti anak kedua kali ya? Hehehe aamiin.

Oh iya, Aila ini adalah nama anak pertama saya. Nama lengkapnya Laila Inayah. Panggilannya Aila. Aila sudah mulai tumbuh besar, kurang beberapa hari lagi usianya sudah 9 bulan.

Foto Aila saat jadi model jilbab anak OR Toko
Postingan kali ini perkenalan dulu saja dengan Aila ya?
Semoga saya tetap istiqomah untuk update tulisan blog ini terus.
Selamat malam...
 

Selasa, 24 Maret 2015

Berkunjung ke Kediri, Ngidam kah? #3

Hal yang paling melekat pada ibu hamil adalah ngidam. Tapi, aku sendiri juga tidak paham aku ini ngidam apa. Yang jelas, aku rindu tentang semua masa kanak-kanakku. Aku rindu pada makanan yang kebanyakan ada di Kediri. Aku juga rindu pada suasana rumah Kediri. Sampai akhirnya, aku putuskan untuk berkunjung ke Kediri bersama suamiku.
Aku berangkat Jumat, 20 Maret 2015 pukul 18 naik bus Eka. Tiba di Kediri hari Sabtu, 21 Maret 2015 sekitar pukul 2 dini hari. Selama perjalanan di bus, rasanya enggak karu-karuan. Isi perut terkoyak, naik turun, ingin keluar tapi bingung mau lewat mana. Sesekali angin yang keluar. Lama-lama angin keluar terus menerus. Aku menghadapi rasa mual dengan permen jahe. Permen jahe cukup mengurangi mual lho, pemirsa. Selain itu, aku juga mengoles perutku dengan freshcare. Sangat mengurangi rasa tak enak di badan selama perjalanan. Posisi dudukku juga berubah-ubah terus. Syukur, aku bisa tidur dalam perjalanan itu.
Hal yang menyenangkan adalah ketika sampai di rumah makan DUTA Ngawi. Penumpang bus Eka mendapatkan jatah makan di sana. Aku rindu sekali dengan ayam bakarnya. Aku makan nasi ayam bakar dengan lahap sekali. Nyam nyam...
Setiba di Kertosono, aku pindah bus. Bus yang baru aku tumpangi isinya laki-laki semua. Hanya ada dua perempuan: aku dan dia. Entah siapa dia. Tidak ada 2 kursi kosong yang bersanding. Aku pun memilih duduk di samping laki-laki berkulit bersih berbaju kuning. Kupikir dia aman karena lelaki yang lainnya terlihat garang. Kebanyakan dari mereka berjaket kulit, gelap, merokok, dan uuuh. Aku menahan nafasku. Ambil nafas hanya sedikit-sedikit karena menghindari asap rokok. Untungnya jendela terbuka lebar, sirkulasi udara sangat lancar. Seiring berjalannya bus, banyak kursi kosong sampai akhirnya aku bisa duduk bersanding suamiku dengan nyaman dan tenteram.
Setiba di alun-alun Kediri, abah dan ibu sudah menjemput kami. Sesampai di rumah, perutku sudah mulai terasa kencang. Itu pertanda harus segera istirahat. "Ibu hamil tidak boleh kecapaian," begitu kata kebanyakan orang.
Baiklah, selamat datang di Kediri. Selamat datang kota masa kanak-kanak, remajaku, dan masa lajangku.
Aku beranjak tidur di ranjang di samping suami. Aku memandanginya. Ini pertama kalinya aku membawa laki-laki ke rumah kemudian tidur bersanding dengannya. Aku pulang ke rumah dengan laki-laki. Iya, biasanya aku sendiri. Sekarang, aku bersama laki-laki. Iya, suamiku. Tidak hanya dengan suamiku. Tapi, juga dengan janin kecil dalam rahimku. Ah, ini perasaan yang luar biasa. Terima kasih, Tuhan.

Kamis, 19 Maret 2015

Di mana Janinku? #2

"Kok tidak ada janinnya?" tanya dokter sambil berusaha menjelajahi sisi-sisi perutku.
Aku mulai tegang.
"Sudah 9 mingguan, harusnya janin mulai terlihat," ungkap dokter.
Aku keluar ruangan dengan pandangan kosong tak percaya. Bagaimana bisa?

Selasa, 17 Maret 2015 telah berlalu. Aku sudah telat mens 4 minggu. Aku belum putuskan untuk periksa ke dokter. Aku pergi ke salah satu dokter tapi harus antri sampai tanggal 25 Maret 2015. Itu lama sekali. Aku pergi ke rumah sakit khusus ibu dan anak (RSKIA) dengan memilih dokter tertentu, ternyata harus daftar sejak pukul 7. Baiklah, besok saja aku daftar lewat telepon.
Rabu, 18 Maret 2015, dokter yang aku tuju di RSKIA ternyata tidak ada jam praktik. Baiklah.
Kamis, 19 Maret 2015 pukul 07.30 aku mendaftarkan diri lewat telepon dan mendapat nomor urut 23. Jam praktik dokter pukul 18.30. Aku tiba di RSKIA pukul 19. Tapi, dokter datang terlambat. Malam semakin larut tapi tak kunjung jua dipanggil. Suamiku mulai gusar dan deg-degan. Sedikit-sedikit bertanya apakah aku deg-degan. Haha.. justru pertanyaannya itu menjadikan wajahnya tampak deg-degan.
Menunggu dan terus menunggu, kami mulai jenuh. Hingga pukul 21.30, aku baru masuk ruang praktik. Akhirnya!
Hal yang aku nantikan adalah cek USG. Aku ingin memastikan bahwa rahimku ada janin yang dititipkan. Aku sangat gugup saat bersiap di ranjang cek USG. Cairan dingin dioles di perutku. Ditekan sret sret sret. Aku melirik monitor USG.
"Kok tidak ada janinnya?" tanya dokter sambil berusaha menjelajahi sisi-sisi perutku.
Aku mulai tegang.
"Sudah 9 mingguan, harusnya janin mulai terlihat," ungkap dokter.
Aku keluar ruangan dengan pandangan kosong tak percaya. Bagaimana bisa? Aku sudah telat mens sebulan, mual muntah, kondisi badan tak enak, hasil testpack 4x muncul 2 garis, tapi kenapa...? Kalau tidak hamil, apa yang sedang aku alami ini?
"Hamil kok, aku yakin," ungkap suamiku sambil menyentuh pundakku.
Suamiku menyodorkan botol minum padaku. Aku dimintanya minum yang banyak. Sama seperti saran dokter. Aku diminta untuk minum yang banyak sampai aku merasa kebelet kencing. Padahal, saat itu aku sudah kebelet. Ya, aku diminta untuk menahan kencing agar kandung kemihku naik. Masih ada kesempatan janinku bisa terlihat. Jika tidak, aku diminta untuk kembali 1 minggu lagi. Hal yang paling ditakutkan dokter adalah tidak ada perkembangan pada janin.
Perlahan aku minum sambil mencari artikel tentang hal ini. Aku masuk pada forum ibu hamil. Ada yang berpengalaman seperti ini tapi respon yang muncul, kebanyakan menyedihkan. Pandanganku makin kosong. Belum lagi, di sela-sela itu aku harus berdebat dengan suamiku perihal mudik.
Di akhir kepasrahanku, aku mulai berbicara pada rahimku. "Nak, muncullah sejenak. Tampakkanlah dirimu biar Ibu lega bisa melihatmu ada di sini. Yakinkan padaku bahwa kamu benar2 dititipkan Tuhan padaku, Nak. Kumohon. Muncullah. Tampakkan dirimu. Ibu berharap kamu kuat. Yang kuat, ya," ucapku sambil mengelus perutku seolah aku yakin dia bisa mendengarku. Aku mengakhiri perbincangan itu dengan alfatihah.
"Menurut mas, aku hamil?" tanyaku pada suami.
"InsyaAllah hamil," jawabnya penuh keyakinan.
Beberapa menit kemudian,kemudian namaku sekitar pukul 23, namaku dipanggil. Aku masuk ruang praktik dan bersiap berbaring.
"Nah, ini sudah terlihat. Bagus ini. Jantungnya juga sudah berdetak," ucapan dokter membuatku campur aduk rasanya. Aku keluar sambil memegang perut dan berulang-ulang bilang, "Mas, sudah ada detak jantungnya." Suamiku tersenyum turut bahagia.
Sebelum pulang aku mampir kamar mandi karena sedari tadi menahan kencing. Keluar kamar mandi aku senyam-senyum terus. Berbunga-bungaaaa.
Sekarang aku percaya bahwa berkomunikasi dengan janin itu perlu karena memang sangat berpengaruh. Meskipun, usianya baru 7 minggu 2 hari.
"Anak kita sukanya mainan petak umpet. Kenapa tadi harus ngumpet dulu sih ya? Bikin deg-degan, campur aduk rasanya," ucapku.
"Kalau gak gitu gak surprise," jawab suamiku.
Dalam perjalanan pulang aku mulai teringat ucapanku, "Awas, ya, Nak. Kalau besok kamu sudah keluar, mama cubit pipimu." Jangan-jangan, karena itulah dia sembunyi karena takut. Takut kucubit kalau dia menampakkan dirinya.
"Bisa jadi itu, makanya jangan mengancam dia lagi," ucap suamiku.
Tapi, setidaknya tadi aku juga yang minta anakku untuk menampakkan dirinya biar aku tenang. Aku merasa janin kecil dalam rahimku ini penurut sekali padaku. Aku terharu.
"Wah, kalau nyetir harus pelan-pelan ini," kata suamiku.
"Giliran udah jadi saksi kehamilanku jadi gitu, harusnya udah sejak dari kemarin-kemarin kalau nyetir hati-hati," jawabku sambil menggelitiknya.
Jalanan kota kami nikmati dengan santai. Aku berteriak, "Aku hamiiiiiil. Sudah ada detak jantungnya. Siapa yang menghamiliku, ha? Jawab!"
"Saya, dong!" jawab suamiku.
"Tanggung jawab!" pintaku.
"Siaaaap!!!"
Kami pulang ke rumah dengan perasaan senang.

Semoga kami menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah, menjadi suami istri yang soleh solehah, mempunyai keturunan2 yang soleh solehah.
Semoga kami dipantaskan untuk menjadi orang tua bagi anak2 yang kami lahirkan.
Semoga kami diberi kekuatan dan kesehatan.
Mohon doa nggih supaya saya kuat menjalani proses kehamilan ini sampai kelahiran nanti dengan selamat dan barokah.

Hamil? #1

Alhamdulillah Tuhan mencabut masa lajangku pada tanggal 2 Januari 2015. Aku dipinang oleh lelaki Jepara yang sudah sering aku ceritakan juga dalam blog ini. Pengen cerita banyak tentang pernikahanku, tapi ada hal yang jauh lebih menyita fokusku untuk diceritakan: kehamilan pertamaku.
Dimulai saat aku sudah telat mens seminggu. Itu pertama kalinya aku menggunakan testpack (Senin, 3 Februari 2015). Pertama kali pakai, aku amati terus testpack itu dan berharap muncul dua garis. Muncul 2 garis, satu tebal, satunya tipis. Aku berbicara pada testpack itu untuk menebalkan garis satunya biar aku positif hamil. Tapi, tetap saja tipis seperti itu. Aku coba cek di bungkus testpack tersebut. Ada pernyataan bahwa dua garis menunjukkan positif hamil sekalipun garis satunya tipis. Aku senang bukan kepalang. Aku langsung searching google tentang dua garis tebal dan tipis. Banyak yang bilang, itu positif. Bisa tipis karena dimungkinkan usia kandungan masih sangat muda.
Masih kurang marem, 2 hari kemudian aku testpack lagi (Rabu, 5 Februari 2015). Hasilnya, masih sama seperti sebelumnya, muncul 2 garis tebal dan tipis.
Aku putuskan untuk ke bidan (Kamis, 6 Februari 2015). Di tempat periksa, aku cek urin lagi untuk memastikan kehamilanku. Saat bidan memeriksaku, perawat datang ke bidan menunjukkan hasil testpack tidak muncul 2 garis. Bidan pun mengakhiri pemeriksaannya dan menyarankanku minggu depan kembali untuk cek USG.
"Tau gitu tadi sebelum periksa dicek dulu positif atau tidak ya, Mbak," ungkap perawat.
Itu pernyataan yang JLEB. Seolah menunjukkan bahwa aku kepedean sudah hamil. Aku bilang pada perawat itu kalau aku sudah testpack 2x hasilnya muncul 2 garis, satunya tebal, satunya tipis. Perawat itu pun mengecek kembali hasil testpack. Dan benar, muncul 2 garis yang sama seperti hasil tes sebelum-sebelumnya, satunya tebal, satunya tipis. Aku hanya kecewa kenapa perawat menunjukkan hasil testpack pada bidan terburu-buru gitu. Ya, sudahlah. Periksa di bidan tidak menguatkan kebenaran kehamilanku. Aku pulang dengan kantung plastik berisi obat antimual. "Maaf, tapi saya tidak merasa mual," ucapku. Tapi, tidak dipedulikan. Ya, sudahlah. Aku pulang.
Keraguan tentang kehamilanku mulai menguat, terlebih saat kawanku yang kuliah di kebidanan juga menyatakan bahwa testpack dengan 2 garis tebal dan tipis belum tentu hamil. Tapi, kata kebanyakan orang awam dan berpengalaman hamil menyatakan itu hamil. Suamiku masih yakin kalau aku hamil. Aku masih ragu karena aku tidak merasa mual layaknya ibu hamil muda.
Aku lewati hari demi hari. Aku tak kunjung mens. Itu membuatku ingin testpack lagi. Kamis, 5 Maret 2015 aku putuskan untuk testpack. Aku beli testpack yang paling murah. Hasilnya, muncul 2 garis tebal. Yeaaaaaach, aku mulai optimis bahwa aku hamil.
"Siapa yang mengamiliku?" tanyaku.
"Saya, dong!" jawab suamiku dengan bangga karena berhasil menghamiliku.
Masih penasaran kenapa aku tidak mual-mual layaknya ibu hamil muda. Tapi, aku mulai tenang karena ada juga jenis ibu hamil yang tidak mual muntah. "Itu namanya ngebo," kata Mbak Nori. Aku bersyukur sekali bisa jadi ibu hamil ngebo itu.
Tapi ternyata, selang pembicaraan ibu hamil ngebo, esoknya badanku meriang, panas dingin, dilanjutkan mual muntah. Ooooh.. masa iya gak jadi ngebo?
Aku yakinkan kalau ini pasti karena masuk angin. Tapi, seiring bergantinya hari, meriangku mulai hilang, mual muntah masih saja. Tak tahan pula dengan aroma ini itu yang bagiku baunya aneh. Dan... oh beginikah rasanya hamil? Seluruh badan tak enak. Emosi mudah berubah-ubah.
"Awas, ya, Nak. Kalau besok kamu sudah keluar, mama cubit pipimu," begitulah candaku sembari mengelus perut dan menahan rasa tak enak di seluruh badanku.

Selasa, 14 Oktober 2014

Menulis di Blog Dapet Duit: BENER!

Kalian sering denger nulis blog bisa menghasilkan duit enggak sih? Kalau aku sih pernah. Bahkan, itu jadi motivasiku untuk nulis: dapet duit. Udahlah, urusan duit mah, aku cepet fokusnya. Hehehe... Aku pernah cari tahu gimana caranya ngeblog dapet duit. Ribet sih, paypal paypal gitu. Biasa, kalo berhubungan dengan bahasa asing, aku seringkali gagal fokus. Apalagi kebanyakan sistem yang mengatur ini itu, alhasil aku gagal paham.

Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk "ya udah deh, yang penting nulis aja di blog, barangkali ada penerbit yang minat sama tulisanku." atau "yang penting aku ngeksis aja deh, biar keliatan kalo bisa nulis."

Ya, meskipun isi blogku ini kebanyakan ngasal dan edan.

Sampai pada akhirnya lagi aku masuk ke dunia media jurnalistik. Dikit-dikit aku paham gimana caranya dapet duit dari blogger atau web. Ternyata dari duit iklan. Semakin update tulisan, semakin banyak pengunjung, semakin punya daya tawar untuk para pemilik lapak.

Aku sempat ada ide, kalau blogku banyak pengunjung, aku mau tawarin ke siapa saja yang pengen ngiklan di blogku: bayar seikhlasnya. Huwahahaha...

Nyatanya, aku belum melakukan ide briliant itu.

Tapi yang namanya rezeki nih ya, enggak bakal ke mana. Ada perusahaan branded yang datang dengan sendirinya mengajakku kerjasama. Ya, perusahaan itu adalah zalora.co.id. Tiba-tiba nongol di inbox email dengan subject "Undangan Kerjasama dengan Zalora Indonesia". Awalnya aku menyepelekan itu. Biasanya hoax. Tapi, entah kenapa jari jemariku menuntunku untuk membukanya.

Isinya, "Hello Ade, Kami ingin bekerja sama dengan blog kamu http://cintamenulis-cintamenulis.blogspot.com/   untuk....."

Gile, aku seneng banget karena zalora tau blogku. Huwahaha.. Ih, Zalora kepoin blogku deh, ih ih ih ih.

Akhirnya, ada yang ngiklan juga. Kalian juga pengen ngiklan di blogku? Boleh boleh boleh.

Nah kan, ngeblog ada manfaatnya: dapet duit. Ini baru Zalora. Siapa tahu bakal ada perusahaan lain yang mau ngiklan lagi.

Oke, selamat menulis dan selamat intip zalora.co.id, barangkali ada sesuatu yang kamu minati. Yang aku tahu di Zalora itu: FREE ONGKIR!
Check this out!

Sabtu, 11 Oktober 2014

Antara Kerja dan Skripsi? Lakukan Keduanya: Kerjakan Skripsi!

Baru saja aku ambil keputusan untuk berhenti jualan lewat BBM dengan cara nonaktif dari BBM, eeeh godaan masih seringkali datang. Ada stok kain batik tulis yang beredar di kosanku secara cuma-cuma. Ini kesempatan untukku menjualnya. Aku terbesit untuk isi paket BBM, tapi setelah itu aku mengurungkan niat itu. Labil!

Aku menyusun ini itu untuk proses marketingku. Seneng banget kalau udah disuruh cari duit. Tapi ada yang berontak: Ingat SKRIPSI!

Dan aku tertekan -___-"

Aku tertekan karena konsep ideal yang kubuat sendiri. Aku bikin konsep ideal: fokus skripsi, enggak usah nyambi apapun, pokoke fokus skripsi.

Tapi aku belum bisa fokus, masih keslamur perkara duit, pontang-panting cari cara biar dapet duit, lama-lama aku enggak fokus. Aku menyimpulkan aku menyalahi konsep ideal yang kubuat sendiri. Aku merasa bersalah kemudian tertekan dengan ini semua. Tekanan ini bikin aku stres. Stres ini bikin aku menyalahkan kalau ini semua gara-gara skripsi.

Betapa gilanya aku kini menyalahkan skripsi si benda mati. Oh, NO!

Setelah dipikir-pikir, sepertinya pikiranku yang membatasi ini semua. Pikiranku yang menjadikan ini rumit. Sebenarnya sederhana, tapi cara pikirku rumit, ya jadinya rumit. Solusinya adalah berpikir sederhana. Tapi gimana?

(mikir dulu sambil minum jus mangga)
.............................................................
.........................................................
(setahun kemudian)
.................................................................
..............................................................

Aku mulai berpikir mengapa aku tak melakukan apa saja yang ingin aku lakukan? Aku pengen jualan, ya tinggal jualan aja. Aku pengen kredit HP, ya tinggal kredit aja. Aku pengen yang tinggal lakuin aja.

WOW!

Tapi aku jadi berpikir ulang, kalau seperti itu bisa saja aku hanya menuruti nafsuku. Aku coba search google tentang garap skripsi sambil kerja. Tulisan yang berhasil aku baca menyebutkan kalau akhirnya si penulis memutuskan untuk berhenti kerja dulu dan memilih fokus skripsi. Bwahahahaha...

Nah, aku? Usai berhenti kerja, fokus skripsi, bosen, pengen balik kerja lagi, bwahaha...

Godaan ini, ooooh ooooh ooooh... auwooo auwooo

Akhir cerita, mari fokus skripsi saja. Allah bersama mahasiswa tingkat akhir. Aku pasrahkan perkara keuanganku pada Allah Yang Maha Memberi Rezeki.

Selesai.

Aku cuma mau nulis gini aja. Barangkali ada mahasiswa tingkat akhir yang gundah gulana antara kerja dan skripsi, terus iseng buka google nemu artikelku: Baiklah, Kawan! Kita fokus skripsi aja yuk maariiii.

Kalian sebagai pembaca sekaligus sebagai saksi, motivasi aku untuk fokus skripsi yak?
Bwahahahaha... Yang mau ngasih uang saku sebagai bentuk motivasi juga boleh :D

Kamis, 09 Oktober 2014

Saat Ini Blogku Berjalan di Atas Kegelapan:Gagal Fokus

Pernahkah kamun merenungi nasib tulisanmu yang ada di blog? Aku baru saja merenunginya kemudian mengambil kesimpulan kalau isi blogku acak adut, istilah bekennya blog gado-gado. Lebih keren lagi, blog tak berpendirian. Ya, mau gimana lagi. Blog ini dibuat tidak berdasarkan tujuan yang jelas, cuma keisengan manusia yang pengen eksis lewat tulisan.

Kadang pengen bikin blogku ini jadi kumpulan tips-tips yang bermanfaat, tapi kepentok galau, nongol tulisan curhatan deh.

Kadang pengen bikin blog ini jadi kumpulan artikel berbobot, ilmiah, pendidikan gitu. Eh, kepentok semua tugas kuliah ke-upload. Ujung-ujungnya, kagak naha derita, nulis curhatan lagi.

Sampai pada akhirnya memutuskan untuk menjadikan blogku isi tulisan cerita pribadi, eeeh ada yang nyolot kalau aku gak punya buku diary-lah, pengen dimodusin lah, pengen apalah. Yang jelas nih, aku pengen tulisanu dibaca.

Sampai ada yang protes lho, "Kok blogmu isinya kangen-kangenan gitu sama Mas Ain sih?" Terus aku harus jawab apa dong? Antara malu dan seneng sih, ternyata ada yang mau nengok blogku. Bwahaha..

Nah, sampai di ujung sini, aku nulis apa sih sebenarnya? Ya, beginilah aku. Seringkali gagal fokus. Sama seperti halnya gagal fokus pada skripsi. Lagi serius garap skripsi nih ya, tiba-tiba terbesit ide kreatif untuk berbisnis. Aku langsung alih fokus berkhayal tentang konsep bisnis yang akan aku jalani. Habis itu lelah, terus menyadari kalau skripsiku udah ketinggalan jauh di belakang. Kemudian nangis daraaaaah.

Kalau udah ngomongin duit aja, yang lainnya kelewat, langsung gagal fokus. Sama seperti halnya blog ini nih: gagal fokus.

Ya, udah deh, Seiring berjalannya waktu, blog ini akan menemukan jalan yang benar, tahu diri, bisa menentukan arah dan tujuan.

Saat ini blogku berjalan di atas kegelapan, namun blogku hanyalah blog biasa yang tak sempurna. Titisan hidup blogku berlapis gundah yang kurasa semua tak kan ada habisnya sampai derita kegalauanku sembuh. Ngeeeek -____-"

Sabtu, 20 September 2014

Banyak Orang Butuh Uang tapi Mereka Punya Cara Masing-masing untuk Mendapatkannya

Selamat ulang tahun untuk ibuku tercinta.

Kado yang sudah kusiapkan ingin sekali kuhantar ke rumah, tapi sayangnya di hari ulang tahunnya ibuku memilih untuk pergi ke rumah Mbah Mamak-ibu dari ibuku/nenekku. Baiklah, aku putuskan untuk ikut ke rumah mbah Mamak.

Di Terminal...

Tak seperti biasanya, kali ini aku yang menunggu ibuku di terminal. Biasanya, ibu menungguku berjam-jam di terminal. Ini pertanda bahwa aku sudah ada perubahan. Haha..

Aku duduk di kursi dekat WC umum sambil menikmati suasana terminal di pagi hari. Sedikit jenuh aku pun memainkan handphoneku sambil SMS ibuku untuk menanyakan sudah sampai mana dirinya.

Ya, ibuku berangkat dari Kediri, tiba di Yogyakarta tengah malam. Ibu tidur di rumah Pakde Said-kakak laki-laki dari ibuku/pakdeku. Paginya kami janjian untuk bertemu di terminal Giwangan.

Kembali ke suasana terminal...

Ada pak tua keluar dari WC umum tanpa baju. Ingat! Tanpa baju ya? Dia telanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek. Sambil menenteng tasnya, dia berjalan lirih di sampingku sambil berucap, “Nuwun sewu,” sambil menengadahkan tangannya. Aku bingung. “Nuwun sewu” itu tanda permisi atau dia minta uang?

Kebingunganku ini ditangkap oleh lelaki penunggu kotak WC umum. Lelaki itu berucap, “Kalau takut duduk sini aja, Mbak.” Lelaki itu menawarkan sisa kursinya untukku. Aku berpikir, “Hanya karena ada pak tua seperti ini, masa iya patut untuk ditakuti? Apanya yang ditakuti coba?” Aku pun menolak tawaran, “Mboten.”

Pak tua itu duduk di sampingku. Dia mengenakan bajunya. Aku masih bergulat dengan pikiranku,

“Tadi dia bilang “nuwun sewu” itu minta uang atau tanda permisi ya?” Akhirnya, aku putuskan untuk menyimpulkan itu tanda permisi.

Sejenak kemudian, pak tua itu mengeluarkan jam tangan. Jam tangan lelaki warna hitam dengan gelang warna abu. “Beli jam saya ini, Mbak,” ungkapnya. Pak tua itu menawarkan jam tangan miliknya. Dia beli dengan harga seratus ribu dan mencoba menawarkan padaku dengan harga yang sama. Aku tersenyum. Pak tua itu merayuku, katanya perempuan berkerudung oren sepertiku pantas untuk mengenakan jam itu. Aku masih tersenyum.

Pak tua itu bercerita tentang keluarganya di Cilacap. Aku tak begitu mendengar ceritanya. Hanya sepotong-potong yang benar-benar terdengar, yaitu dia punya dua cucu. Kemudian, dia menjual jam tangan itu untuk beli tiket kembali ke Cilacap. Aku tak begitu mendengarnya karena aku bergelayut dalam pikiranku: aku sudah terlalu sering bertemu dengan orang semacam ini. Mau diapakan orang-orang seperti ini?

Memang tidak dipungkiri, barangkali orang sepertinya melakukan itu karena butuh. Kadang, caranya saja yang memuakkan. Aku mulai berpikir untuk membelinya separuh harga. Belum juga kutawar, dia sudah menawar dengan separuh harga. Wah, cocok!

Tiba-tiba aku berpikir buruk bahwa jam tangan ini bukan miliknya. “Jangan-jangan ini jam curian?” Aih, rasanya jahat sekali ya berpikir demikian.

“Ini jam siapa, Pak?” tanyaku.

“Jam saya!” dia menjawab dengan nada tinggi.

“Bapak dari Cilacap? Terus di Yogyakarta ngapain?” tanyaku.

“Minta-minta. Saya ke Yogyakarta untuk minta-minta. Ya, daripada saya minta-minta dapetnya seribu, lima ratus, mending saya jualan jam saya ini saja biar cepet, biar bisa buat beli tiket. Lima puluh ribu saja, nanti saya mau nawar ke penjual tiket,” jawabnya panjang dan aku merasa jawabannya enggak nyambung.

“Sejak kapan di Yogya?” tanyaku.

“Baru kemarin nyampe. Udah setengah harian,” jawabnya.

“Lha, Bapak tidur di mana?” tanyaku.

Mulanya dia tak menjawab, hanya mengangkat tangannya.

Aku mngernyitkan dahi.

Barulah dia menjawab, “Di sini (menunjuk bangunan timurku). Saya tidur di atas. Daripada tidur di bawah? Di atas agak panas, tapi enggak banyak nyamuk.”

Bayanganku, dia tidur di loteng. Aku pun menengok bangunan yang ditunjuknya. Aku mengenal itu bangunan apa. Kuamati. Tak ada loteng di sana. Aku pun tersenyum.

Masih berpikir mau beli jam itu atau tidak karena aku ragu. Tiba-tiba saja aku terbayang-bayang dengan wajah bapak tua penjual stiker, penjual kerajinan tangan, penjual, ah!

Entah malaikat atau setan di pundakku berbisik, “Daripada beli dagangan orang seperti ini, mending beli dagangan bapak tua yang lain yang niat berjualan cari rezeki. Nanti pak tua ini jadi kecanduan, TUMAN!”

Argh! Aku mulai bingung. Di sisi lain aku tahu, pak tua ini sedang berbohong atas kondisinya. Di sisi lain aku merasa pak tua ini melakukan ini karena butuh.

Berbisik lagi, “Banyak orang butuh uang tapi mereka punya cara masing-masing untuk mendapatkannya. Orang seperti ini tak pantas mendapatkan penghargaan atas usahanya.”
Tapi dia butuh! Berontak akalku.

Masih berbisik, “Apa buktinya kalau dia butuh? Bisa saja dia ini orang berduit. Dan dia cari duit dengan cara seperti itu.”

Aku ra kuaaaatttt!!!!

“Allah beri aku petunjuk.”

Sejenak kemudian aku melihat ibuku dari dalam terminal melambaikan tangannya. Aku pun mengikuti kata hati, kemudian memutuskan untuk segera pergi.

“Saya sudah ditunggu ibu saya di dalam, saya masuk dulu nggih, Pak. Maaf, saya belum bisa beli jam Njenengan. Semoga rezeki Njenengan lancar,” ucapku sambil mengangkat tas dan mengembalikan jam tangannya.

“Aamiin. Terima kasih,” jawabnya.

Aku berlari kecil meninggalkan Pak Tua itu. Sambil berjalan, aku melihat bangunan yang sudah ditunjuk Pak Tua tadi.

“Hotel TGY (Terminal Giwangan Yogyakarta)”-aku lupa namanya, yang jelas ada tulisan “Hotel”.

Aku berjalan sambil mengamati Pak Tua tadi. Miris. Aku hanya bisa mendoakannya.

Aku yakin, di antara kalian yang baca tulisan ini, pasti pernah bertemu dengan aneka rupa orang seperti pak tua itu kemudian hati dan pikiran kalian bergelut. Oh, NO!
Miris.

Minggu, 07 September 2014

Lagi Sentimen!

Entahlah ini mau dibilang sebuah keberhasilan atau bukan. Beberapa hari ini aku mampu bikin pola tidur maksimal pukul 3 pagi. Dan kini, aku memecahkan pola itu: aku belum juga tidur lebih dari pukul 3. Entahlah, sepertinya ini bukan kabar baik. Karena, sebelumnya aku bikin pola tidur pukul 22 dan bangun pukul 4. Eh, lha ini, udah mau pukjul 4 aku masih melek.
Udah berasa kayak kelelawar tau enggak sih? Malam melek, paginya tidur.

"Sibuk lemburan ya, De? Sering lemburan kok tapi skripsimu enggak kelar2 juga."

Hellloooooow! Memangnya lembur selalu identik dengan skripsi, tugas kuliah? Rasanya hidup jadi sempit banget kalau yang kalian omongin itu kuliah, kuliah, skripsi, lulus, dan wisuda. Hidup jadi monoton, tau enggak?

Udah deh, aku lagi sentimen kalau ngomongin skripsi.
Bwahahahahahahaha.....

Kumat Nulis Enggak Jelas

Lama sudah tak menulis di blog. Ya, biasalah sok-sokan sibuk skripsi tapi enggak kelar-kelar juga. Banyak yang bilang karena gue gagal fokus.
Eh, "gue"? sejak kapan?
Tapi emang kosakata "gue" asik juga untuk tulisan ngepop ya?
Enggak lah, ntar aku dikira sok-sokan. Jaim dikit.

Tiba-tiba saja aku pengen memantau perkembangan pengunjung blogku. Tak kusangka sudah puluh ribuan orang mengunjungi lamanku. Seandainya saja ada aplikasi yang bisa mengetahui siapa yang paling sering buka blogku. Aaaaah aku yakin! Aku yakin itu adalah diriku sendiri. -__-" Sedih ya?

Aku mencoba melihat daftar postinganku, sekalian ngecek, tulisan mana yang paling sering dikunjungi.
Mengejutkan! Ternyata yang paling banyak dikunjungi adalah tulisan tugas kuliahku. Huahaaaa..
Bener-bener deh!

Kalau kata Janti, dia enggak bakalan posting tugas kuliahnya karena enggak mau nanti banyak yang plagiat. Kalau menurutku, postingan tugas kuliah itu bikin banyak orang mengunjungi blog kita, huwahaaaaai <----- orang-orang pragmatik!

Tapi, ada yang mengejutkan juga nih. Ada juga tulisan yang bukan tugas kuliah tapi dilihat lebih dari 500 kali. Tulisan itu berjudul: Tips Supaya Makin disayang Pacar.
Hahahaha...

Kenapa aku ketawa?
Enggak menyangka aja kalau ternyata banyak yang pengen tau tips supaya makin disayang pacar. Masih mending lho pengennya makin disayang. Apa jadinya kalau enggak pernah disayang? Haish! Emangnya bentuk kasih sayang itu kayak apa sih?

Aku beneran enggak bisa bayangin kalau ada yang ngebet banget pengen makin disayang pacarnya, terus ngetik di google dengan kata kunci "Tips disayang pacar". Kemudian, blogku yang muncul. Ketika dibaca, dia bakal ngowoh karena isinya... Hahahaha...
Baca sendiri aja deh!

*Btw, mendingan lu gak usah nulis blog deh, De! Toh tulisanmu enggak mutu kayak gini!*

Kalau ada yang bilang kayak gitu!
Daripada aku enggak nulis, mending lu aja yang gak usah baca tulisanku.
End!

Sori, Guys! Tulisan ini emang gak penting buat lu lu semua. Tapi, sangat penting buat keberlangsungan hidup blogku! Yang penting numpang ngeksis dulu lah yaw~~~


Selasa, 05 Agustus 2014

Memetik Buah Penantian

Dalam penantian, rasanya lama sekali. Tapi, ketika apa yang dinanti itu datang: “Rasanya, ini terlalu cepat.” Begitulah kehidupan. Enggan menanti, tapi tak siap jika sudah tiba. Seperti halnya: lamaran. Aku sudah menantikan ini segera. Bahkan, aku ingin segera akad nikah. Aku menantikan itu dengan penuh harap. Ketika penantian itu datang. Aku dag-dig-dug-duer rasanya. Aku juga merasa kenapa rasanya cepat sekali apa yang kunantikan telah tiba ya? Inilah kuasa Allah: di luar kuasa kita.

Besok mas Ain dan keluarganya akan datang. Iya, besok! Perasaan baru kemarin aku merasa geram karena tidak ada tanda-tanda mas Ain akan berkunjung ke rumahku atau sekedar menelepon ibuku untuk bilang bahwa ia serius menjalin hubungan denganku. Entahlah.

Sepertinya baru kemarin aku merasa iri pada kawanku yang sudah dilamar karena ia harus berangkat ke daerta terpencil untuk mengajar. Iya, rasanya baru kemarin aku merasa iri: aku ingin juga seperti itu. Sampai aku bertanya pada hati kecilku, apa iya aku harus ikut SM3T, baru akan dipinang? Atau harus dalam keadaan genting ada lelaki lain yang ingin memintaku, barulah aku dipinang. Pertanyaan gila itu baru terpikirkan kemarin kemarin ini kok.

Sama seperti halnya kita yang merasa: “Perasaan baru kemarin aku jadi mahasiswa baru, sekarang sudah harus dituntut segera lulus dari kampus ini.”

Semua berjalan tanpa kurasa karena aku bisa menikmatinya. Tapi, tunggu! Menikmati? Bukankah selama masa penantian itu aku pun juga merasa jengkel. Ya, itu bumbu-bumbu ketidaksabaran.

Oh, iya! Bisa jadi aku menikmati masa kejengkelan itu pula.

Pada intinya, syukur alhamdulillah. Hari yang aku nantikan akan segera datang: besok!
Semoga lancar. Aamiin.

*Deg-degan menanti hari esok, aku jadi panik. Mengalihkan rasa panik, seharian kuhabiskan untuk menulis. Kenapa enggak garap skripsi? Aku juga panik dengan skripsi. Hahaha...*

Skripsi Oh Skripsi

Setiap buka laptop, aku langsung menuju folder E-Ayo Lulus-Modul, kemudian membuka file Draft Modul Memahami Teks Eksplanasi Kompleks. Ya, lembar dokumen itu selalu menghiasi laptopku ketika terbuka. Harapanku, aku akan terbiasa untuk langsung membuka lembar dokumen itu, biar bisa ingat, dan biar segera kusentuh untuk kuselesaikan. Tapi, yang namanya bunya, ya sebagai hiasan. Aku masih belum bisa membiasakan untuk benar-benar menyentuhnya kemudian menyelesaikannya dengan tuntas. Aku selalu teralihkan untuk melakukan hal lain, termasuk membuat tulisan ini.
Skripsi oh skripsi. Rasanya seperti belenggu. Aku ingin segera mengakhiri ini semua. Pernah ada saran dari seorang sahabatku, Ayu namanya. Dia memberi saran untuk lebih fokus dengan menghentikan kebiasaan seperti membuka facebook atau twitter. Pantas, dulu dia pernah menonaktifkan facebooknya. Barangkali itu salah satu caranya untuk segera menyelesaikan skripsinya. Apa iya aku juga harus seperti itu? Aku pernah menolak itu. Aku bilang aku jarang facebookan. Aku lebih sering bbman untuk jualan dan twitteran. Ayu bilang, matikan hpmu. Tapi, SMS pun juga banyak untukku. “Ya, sudah jauhi HP,” saran Ayu. Saran itu kuterima tapi belum secara utuh kuterima semua. Aku memutuskan untuk berhenti jualan. Aku hapus grup jualanku dan ya, aku fokus untuk skripsiku.
Ternyata benar, sepertinya facebook cukup memengaruhiku. Aku masih berkutat di facebook yang sebenarnya tidak memberikan keuntungan untukku. Apa iya aku harus menonaktifkan? Halah malah galau.
Ooh skripsi. Ooh skripsi. Aku pengen cepet ngelarin skripsi, tapi akunya enggak segera untuk menyelesaikannya. Fiuuuh. Ternyata skripsi menjenuhkan ya.
-_____-“
Baru saja aku hendak mengambil keputusan untuk menonaktifkan facebook, aku jadi ingat kalau saat ini aku jadi bandar arisan yang harus stay online untuk memberikan kabar seputar arisan. Ehiks... Masa iya aku mengaktifkan facebook sebulan sekali untuk urusan arisan saja?
Ya, Tuhan kenapa rasanya garap skripsi ribet banget ya? Hahaha.. Sudahlah, mengalir saja dan mari nikmati proses. Aku tetap berusaha dan kekuatan Allah menyertaiku. Aamiin.
Semangat garap skripsi biar bisa di-ACC untuk akad nikah. Hihihi...

Senin, 04 Agustus 2014

Yang Dinanti Akan Berkunjung: Ini Kehendak dan KuasaNya

Kalau kamu serius atas hubungan ini, bilang pada kedua orang tuaku. Tunjukkan padaku bahwa kamu serius padaku. Tunjukkan bahwa hubungan ini tidak untuk main-main. Lakukan ini sebelum kamu berangkat ke Tangerang. Jangan cemen! Jangan membuatku merasa menjadi seorang perempuan yang tak berharga,” ancaman semacam itu pernah terbesit dalam pikiran liarku usai salat Asar. Tiba-tiba saja aku terbesit untuk melakukan ancaman itu. Tapi, tenang.. belum kulakukan ancaman itu.

Sambil menangis aku mencoba berpikir, kalau aku melakukan itu kemudian jawaban yang muncul tidak sesuai kemauanku, apa yang harus aku lakukan? Apa aku akan meninggalkannya?

Lalu, kalau jawaban yang muncul sesuai dengan kemauanku, apa yang harus aku lakukan?

Aku berpikir ulang, untuk apa aku mengancamnya seperti itu? Kalau dia bilang pada orang tuaku karena ancamanku, tentu sebenarnya dia melakukannya karena takut pada ancamanku, bukan dari keberaniannya. Itu menunjukkan kalau sebenarnya dia tidak berani.

Aku pun mengurungkan niatku untuk mengancamnya. Kalau dia memang serius dan berani, tanpa harus kutuntut, aku yakin dia pasti akan datang menemui kedua orang tuaku.

Mulanya aku sudah memancing dengan ajakan, “Ayo main ke Purworejo! Atau mau main ke Kediri? Atau mau main di keduanya?”

Tapi tak kunjung ada jawaban, aku mengatakan, “Atau tidak main di keduanya?”

Dia hanya menjawab, “Hehe...”

Jawabannya bikin HIH!

“Jujur, aku berharap dia berkunjung ke rumahku setelah lebaran ini. Ya, meskipun belum ada tanda-tanda kalau dia akan berkunjung, tapi entahlah,” keluhku pada Ayu, sahabatku, melalui SMS.
Berharap pada manusia memang rentan kecewa. Alangkah lebih baik bila menempatkan harapan pada Sang Pemenuh Harapan. Ya, aku serahkan semua pada Sang Pemenuh Harapan. Jika memang lelaki itu adalah yang terbaik bagiku, maka kumohonkan dengan sungguh agar diberikan kelancaran untuk menuju sebuah pernikahan yang diridoi dengan jalan yang baik. Al-Fatihah... Aamiin.

Sampai di penghujung sore, usai salat Magrib, lantunan doaku masih sama dengan sebelumnya: tentang pengharapan pernikahan.

Subhanallah. Allah menjawab kerisauanku begitu cepat. Memang, jika Allah menghendaki, maka jadilah. Hari itu juga, usai salat magrib, usai kulantunkan Juz Amma, aku mendapat satu panggilan telepon: “InsyaAllah setelah tanggal 5 Agustus, Mas mau sowan ke Kediri bersama keluarga.”
Bulu kudukku berdiri: merinding.

Ini semua kuasaNya. Tanpa harus menggebu untuk mengancam, yang bisa jadi malah bikin dia sakit hati, ternyata Allah punya cara lain yang jauh lebih mudah dalam mengatur ini semua sedemikian rupa. Aku berharap ini adalah pertanda baik dan pertanda jalan sudah dimudahkan. Semoga barokah.

“InsyaAllah tanggal 6, bagaimana?” tanyanya.

Setelah kutanyakan pada ibuku, lebih baik ke Purworejo saja, biar lebih dekat. Lewat telepon pun tak apa. Ibuku memperbolehkannya. “Ibuku sudah percaya engkau dan keluargamu,” kataku.

“Bapakku menghendaki untuk bertemu,” katanya.

Kalau ke Purworejo, itu berarti sebelum tanggal 3 karena kami harus kembali ke Kediri sebelum tanggal 4. Padahal, dia mengabarkanku di tanggal 1. Itu berarti diminta untuk ke Purworejo tanggal 2: Besok!

“Sudah kutanyakan pada Om, tapi dia tidak bisa. Bisanya tetap tanggal 6. Gimana?”
Kutanyakan lagi pada ibuku. “Tanggal 6 itu jam kerja, tidak enak kalau harus cuti karena baru saja libur panjang,” jawab Ibu.

“Baiklah, bertemu kalau orang tuamu sudah pulang kerja ya? Tapi tetap tanggal 6, enggak apa kan?”
Akhirnya, diputuskan tanggal 6 Agustus 2014.

Tiba-tiba aku teringat pada obrolanku dengan mas Ain tentang tanggal cantik: 6-8-14. Yang pengen tau cerita tentang tanggal cantik, silakan buka tulisan dengan judul “Menikah Tanggal Berapa, Ya?” atau buka link ini: http://cintamenulis-cintamenulis.blogspot.com/2014/08/menikah-tanggal-berapa-ya.html

“Serius? Katamu enggak ada tanda-tanda mau berkunjung?” tanya Ayu melalui telepon setelah kukabari tentang hal ini.

“Iya, bener. Enggak ada tanda-tanda mas Ain akan berkunjung ke rumahku. Apalagi tanda-tanda berkunjung bersama keluarganya, enggak ada tanda-tanda itu. Semua terjadi begitu saja,” jawabku.

Iya, semua terjadi begitu saja. Aku hanya berharap dalam hati, yakin pada kuasaNya, dan Allah menghendaki maka terjadilah. So, jangan pernah meragukan kuasa Allah ;-)

Aku selalu meyakini bahwa semua yang terjadi ini adalah atas kehendak dan kuasaNya. Aku juga yakin ini pertanda baik untuk hubungan kami selanjutnya. Semoga Allah meridoi. Aamiin.

Mohon doa, semoga lancar dan bisa segera menyempurnakan separuh din kami.

Seperti halnya kawanku yang menanti pernikahan, dia menulis H-7, H-6. H-5, dan seterusnya. Aku pun juga ingin menuliskannya: H-2, bismillah.