Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Selasa, 24 Maret 2015

Berkunjung ke Kediri, Ngidam kah? #3

Hal yang paling melekat pada ibu hamil adalah ngidam. Tapi, aku sendiri juga tidak paham aku ini ngidam apa. Yang jelas, aku rindu tentang semua masa kanak-kanakku. Aku rindu pada makanan yang kebanyakan ada di Kediri. Aku juga rindu pada suasana rumah Kediri. Sampai akhirnya, aku putuskan untuk berkunjung ke Kediri bersama suamiku.
Aku berangkat Jumat, 20 Maret 2015 pukul 18 naik bus Eka. Tiba di Kediri hari Sabtu, 21 Maret 2015 sekitar pukul 2 dini hari. Selama perjalanan di bus, rasanya enggak karu-karuan. Isi perut terkoyak, naik turun, ingin keluar tapi bingung mau lewat mana. Sesekali angin yang keluar. Lama-lama angin keluar terus menerus. Aku menghadapi rasa mual dengan permen jahe. Permen jahe cukup mengurangi mual lho, pemirsa. Selain itu, aku juga mengoles perutku dengan freshcare. Sangat mengurangi rasa tak enak di badan selama perjalanan. Posisi dudukku juga berubah-ubah terus. Syukur, aku bisa tidur dalam perjalanan itu.
Hal yang menyenangkan adalah ketika sampai di rumah makan DUTA Ngawi. Penumpang bus Eka mendapatkan jatah makan di sana. Aku rindu sekali dengan ayam bakarnya. Aku makan nasi ayam bakar dengan lahap sekali. Nyam nyam...
Setiba di Kertosono, aku pindah bus. Bus yang baru aku tumpangi isinya laki-laki semua. Hanya ada dua perempuan: aku dan dia. Entah siapa dia. Tidak ada 2 kursi kosong yang bersanding. Aku pun memilih duduk di samping laki-laki berkulit bersih berbaju kuning. Kupikir dia aman karena lelaki yang lainnya terlihat garang. Kebanyakan dari mereka berjaket kulit, gelap, merokok, dan uuuh. Aku menahan nafasku. Ambil nafas hanya sedikit-sedikit karena menghindari asap rokok. Untungnya jendela terbuka lebar, sirkulasi udara sangat lancar. Seiring berjalannya bus, banyak kursi kosong sampai akhirnya aku bisa duduk bersanding suamiku dengan nyaman dan tenteram.
Setiba di alun-alun Kediri, abah dan ibu sudah menjemput kami. Sesampai di rumah, perutku sudah mulai terasa kencang. Itu pertanda harus segera istirahat. "Ibu hamil tidak boleh kecapaian," begitu kata kebanyakan orang.
Baiklah, selamat datang di Kediri. Selamat datang kota masa kanak-kanak, remajaku, dan masa lajangku.
Aku beranjak tidur di ranjang di samping suami. Aku memandanginya. Ini pertama kalinya aku membawa laki-laki ke rumah kemudian tidur bersanding dengannya. Aku pulang ke rumah dengan laki-laki. Iya, biasanya aku sendiri. Sekarang, aku bersama laki-laki. Iya, suamiku. Tidak hanya dengan suamiku. Tapi, juga dengan janin kecil dalam rahimku. Ah, ini perasaan yang luar biasa. Terima kasih, Tuhan.

Kamis, 19 Maret 2015

Di mana Janinku? #2

"Kok tidak ada janinnya?" tanya dokter sambil berusaha menjelajahi sisi-sisi perutku.
Aku mulai tegang.
"Sudah 9 mingguan, harusnya janin mulai terlihat," ungkap dokter.
Aku keluar ruangan dengan pandangan kosong tak percaya. Bagaimana bisa?

Selasa, 17 Maret 2015 telah berlalu. Aku sudah telat mens 4 minggu. Aku belum putuskan untuk periksa ke dokter. Aku pergi ke salah satu dokter tapi harus antri sampai tanggal 25 Maret 2015. Itu lama sekali. Aku pergi ke rumah sakit khusus ibu dan anak (RSKIA) dengan memilih dokter tertentu, ternyata harus daftar sejak pukul 7. Baiklah, besok saja aku daftar lewat telepon.
Rabu, 18 Maret 2015, dokter yang aku tuju di RSKIA ternyata tidak ada jam praktik. Baiklah.
Kamis, 19 Maret 2015 pukul 07.30 aku mendaftarkan diri lewat telepon dan mendapat nomor urut 23. Jam praktik dokter pukul 18.30. Aku tiba di RSKIA pukul 19. Tapi, dokter datang terlambat. Malam semakin larut tapi tak kunjung jua dipanggil. Suamiku mulai gusar dan deg-degan. Sedikit-sedikit bertanya apakah aku deg-degan. Haha.. justru pertanyaannya itu menjadikan wajahnya tampak deg-degan.
Menunggu dan terus menunggu, kami mulai jenuh. Hingga pukul 21.30, aku baru masuk ruang praktik. Akhirnya!
Hal yang aku nantikan adalah cek USG. Aku ingin memastikan bahwa rahimku ada janin yang dititipkan. Aku sangat gugup saat bersiap di ranjang cek USG. Cairan dingin dioles di perutku. Ditekan sret sret sret. Aku melirik monitor USG.
"Kok tidak ada janinnya?" tanya dokter sambil berusaha menjelajahi sisi-sisi perutku.
Aku mulai tegang.
"Sudah 9 mingguan, harusnya janin mulai terlihat," ungkap dokter.
Aku keluar ruangan dengan pandangan kosong tak percaya. Bagaimana bisa? Aku sudah telat mens sebulan, mual muntah, kondisi badan tak enak, hasil testpack 4x muncul 2 garis, tapi kenapa...? Kalau tidak hamil, apa yang sedang aku alami ini?
"Hamil kok, aku yakin," ungkap suamiku sambil menyentuh pundakku.
Suamiku menyodorkan botol minum padaku. Aku dimintanya minum yang banyak. Sama seperti saran dokter. Aku diminta untuk minum yang banyak sampai aku merasa kebelet kencing. Padahal, saat itu aku sudah kebelet. Ya, aku diminta untuk menahan kencing agar kandung kemihku naik. Masih ada kesempatan janinku bisa terlihat. Jika tidak, aku diminta untuk kembali 1 minggu lagi. Hal yang paling ditakutkan dokter adalah tidak ada perkembangan pada janin.
Perlahan aku minum sambil mencari artikel tentang hal ini. Aku masuk pada forum ibu hamil. Ada yang berpengalaman seperti ini tapi respon yang muncul, kebanyakan menyedihkan. Pandanganku makin kosong. Belum lagi, di sela-sela itu aku harus berdebat dengan suamiku perihal mudik.
Di akhir kepasrahanku, aku mulai berbicara pada rahimku. "Nak, muncullah sejenak. Tampakkanlah dirimu biar Ibu lega bisa melihatmu ada di sini. Yakinkan padaku bahwa kamu benar2 dititipkan Tuhan padaku, Nak. Kumohon. Muncullah. Tampakkan dirimu. Ibu berharap kamu kuat. Yang kuat, ya," ucapku sambil mengelus perutku seolah aku yakin dia bisa mendengarku. Aku mengakhiri perbincangan itu dengan alfatihah.
"Menurut mas, aku hamil?" tanyaku pada suami.
"InsyaAllah hamil," jawabnya penuh keyakinan.
Beberapa menit kemudian,kemudian namaku sekitar pukul 23, namaku dipanggil. Aku masuk ruang praktik dan bersiap berbaring.
"Nah, ini sudah terlihat. Bagus ini. Jantungnya juga sudah berdetak," ucapan dokter membuatku campur aduk rasanya. Aku keluar sambil memegang perut dan berulang-ulang bilang, "Mas, sudah ada detak jantungnya." Suamiku tersenyum turut bahagia.
Sebelum pulang aku mampir kamar mandi karena sedari tadi menahan kencing. Keluar kamar mandi aku senyam-senyum terus. Berbunga-bungaaaa.
Sekarang aku percaya bahwa berkomunikasi dengan janin itu perlu karena memang sangat berpengaruh. Meskipun, usianya baru 7 minggu 2 hari.
"Anak kita sukanya mainan petak umpet. Kenapa tadi harus ngumpet dulu sih ya? Bikin deg-degan, campur aduk rasanya," ucapku.
"Kalau gak gitu gak surprise," jawab suamiku.
Dalam perjalanan pulang aku mulai teringat ucapanku, "Awas, ya, Nak. Kalau besok kamu sudah keluar, mama cubit pipimu." Jangan-jangan, karena itulah dia sembunyi karena takut. Takut kucubit kalau dia menampakkan dirinya.
"Bisa jadi itu, makanya jangan mengancam dia lagi," ucap suamiku.
Tapi, setidaknya tadi aku juga yang minta anakku untuk menampakkan dirinya biar aku tenang. Aku merasa janin kecil dalam rahimku ini penurut sekali padaku. Aku terharu.
"Wah, kalau nyetir harus pelan-pelan ini," kata suamiku.
"Giliran udah jadi saksi kehamilanku jadi gitu, harusnya udah sejak dari kemarin-kemarin kalau nyetir hati-hati," jawabku sambil menggelitiknya.
Jalanan kota kami nikmati dengan santai. Aku berteriak, "Aku hamiiiiiil. Sudah ada detak jantungnya. Siapa yang menghamiliku, ha? Jawab!"
"Saya, dong!" jawab suamiku.
"Tanggung jawab!" pintaku.
"Siaaaap!!!"
Kami pulang ke rumah dengan perasaan senang.

Semoga kami menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah, menjadi suami istri yang soleh solehah, mempunyai keturunan2 yang soleh solehah.
Semoga kami dipantaskan untuk menjadi orang tua bagi anak2 yang kami lahirkan.
Semoga kami diberi kekuatan dan kesehatan.
Mohon doa nggih supaya saya kuat menjalani proses kehamilan ini sampai kelahiran nanti dengan selamat dan barokah.

Hamil? #1

Alhamdulillah Tuhan mencabut masa lajangku pada tanggal 2 Januari 2015. Aku dipinang oleh lelaki Jepara yang sudah sering aku ceritakan juga dalam blog ini. Pengen cerita banyak tentang pernikahanku, tapi ada hal yang jauh lebih menyita fokusku untuk diceritakan: kehamilan pertamaku.
Dimulai saat aku sudah telat mens seminggu. Itu pertama kalinya aku menggunakan testpack (Senin, 3 Februari 2015). Pertama kali pakai, aku amati terus testpack itu dan berharap muncul dua garis. Muncul 2 garis, satu tebal, satunya tipis. Aku berbicara pada testpack itu untuk menebalkan garis satunya biar aku positif hamil. Tapi, tetap saja tipis seperti itu. Aku coba cek di bungkus testpack tersebut. Ada pernyataan bahwa dua garis menunjukkan positif hamil sekalipun garis satunya tipis. Aku senang bukan kepalang. Aku langsung searching google tentang dua garis tebal dan tipis. Banyak yang bilang, itu positif. Bisa tipis karena dimungkinkan usia kandungan masih sangat muda.
Masih kurang marem, 2 hari kemudian aku testpack lagi (Rabu, 5 Februari 2015). Hasilnya, masih sama seperti sebelumnya, muncul 2 garis tebal dan tipis.
Aku putuskan untuk ke bidan (Kamis, 6 Februari 2015). Di tempat periksa, aku cek urin lagi untuk memastikan kehamilanku. Saat bidan memeriksaku, perawat datang ke bidan menunjukkan hasil testpack tidak muncul 2 garis. Bidan pun mengakhiri pemeriksaannya dan menyarankanku minggu depan kembali untuk cek USG.
"Tau gitu tadi sebelum periksa dicek dulu positif atau tidak ya, Mbak," ungkap perawat.
Itu pernyataan yang JLEB. Seolah menunjukkan bahwa aku kepedean sudah hamil. Aku bilang pada perawat itu kalau aku sudah testpack 2x hasilnya muncul 2 garis, satunya tebal, satunya tipis. Perawat itu pun mengecek kembali hasil testpack. Dan benar, muncul 2 garis yang sama seperti hasil tes sebelum-sebelumnya, satunya tebal, satunya tipis. Aku hanya kecewa kenapa perawat menunjukkan hasil testpack pada bidan terburu-buru gitu. Ya, sudahlah. Periksa di bidan tidak menguatkan kebenaran kehamilanku. Aku pulang dengan kantung plastik berisi obat antimual. "Maaf, tapi saya tidak merasa mual," ucapku. Tapi, tidak dipedulikan. Ya, sudahlah. Aku pulang.
Keraguan tentang kehamilanku mulai menguat, terlebih saat kawanku yang kuliah di kebidanan juga menyatakan bahwa testpack dengan 2 garis tebal dan tipis belum tentu hamil. Tapi, kata kebanyakan orang awam dan berpengalaman hamil menyatakan itu hamil. Suamiku masih yakin kalau aku hamil. Aku masih ragu karena aku tidak merasa mual layaknya ibu hamil muda.
Aku lewati hari demi hari. Aku tak kunjung mens. Itu membuatku ingin testpack lagi. Kamis, 5 Maret 2015 aku putuskan untuk testpack. Aku beli testpack yang paling murah. Hasilnya, muncul 2 garis tebal. Yeaaaaaach, aku mulai optimis bahwa aku hamil.
"Siapa yang mengamiliku?" tanyaku.
"Saya, dong!" jawab suamiku dengan bangga karena berhasil menghamiliku.
Masih penasaran kenapa aku tidak mual-mual layaknya ibu hamil muda. Tapi, aku mulai tenang karena ada juga jenis ibu hamil yang tidak mual muntah. "Itu namanya ngebo," kata Mbak Nori. Aku bersyukur sekali bisa jadi ibu hamil ngebo itu.
Tapi ternyata, selang pembicaraan ibu hamil ngebo, esoknya badanku meriang, panas dingin, dilanjutkan mual muntah. Ooooh.. masa iya gak jadi ngebo?
Aku yakinkan kalau ini pasti karena masuk angin. Tapi, seiring bergantinya hari, meriangku mulai hilang, mual muntah masih saja. Tak tahan pula dengan aroma ini itu yang bagiku baunya aneh. Dan... oh beginikah rasanya hamil? Seluruh badan tak enak. Emosi mudah berubah-ubah.
"Awas, ya, Nak. Kalau besok kamu sudah keluar, mama cubit pipimu," begitulah candaku sembari mengelus perut dan menahan rasa tak enak di seluruh badanku.