Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Kamis, 25 Agustus 2011

Sepotong Senja untuk Pacarku

“Sepotong Senja untuk Pacarku”
Judul yang unik dan sering disebut-sebut oleh Bu Esti- dosen matakuliah Pengantar Kajian Sastra.
Mata kuliah yang sering aku dapatkan di hari Senin jam 2 siang.
“ Coba Kalian temukan makna ‘Sepotong Senja untuk Pacarku’, apa iya senja bisa dipotong dan diberikan pada seorang pacar?” begitulah kurang lebihnya Bu Esti menyampaikan petuahnya,hehe ..
“Menggunakan pendekatan semiotik, ada makna dibalik tanda.”
Waah .. aku masih belum begitu paham betul dengan pendekatan semiotik (motion: sad). Memang terkesan unik, makna yang biasanya dipahami, bisa dipelajari melalui tanda-tanda. Ya sekalipun dari tanda –tanda tersebut (entah itu tersirat maupun tersurat) haruslah tetap dipahami. Ya! dipahami lewat perasaan. (Teori sesat dari si penulis,hehe .. )
“Kamu harus bersetubuh dengan sastra, kamu harus menggaulinya agar kamu benar-benar merasakan apa yang termaktub di dalamnya,” begitulah kurang lebihnya ucapan Bu Esti- dosen mata kuliah Pengantar Kajian Sastra yang selalu memberikan kata-kata ajaib yang mengagumkan.
Terkesan vulgar (mungkin).
 “Bersetubuh”
dan
“Menggauli”
Orang sastra akan biasa saja dengan kalimat vulgar seperti itu (ya meskipun terkadang sok histeris), hanya orang-orang mesum saja yang menganggap itu menjijikkan dan “hiiiii” (Itu hanya pradugaku saja sih). Menurutku, yaah .. positif thinking sajalah. Orang yang sering berkata vulgar belum tentu orang yang mesum kok. Terkadang buah karya dari orang-orang sastra memang terkesan vulgar, tapi cobalah berpikir positif dan rasakan, ada makna dibalik kata. Jika benar sudah terasa, pasti akan kau temui sebuah makna yang (mungkin) jauh dari kevulgaran. (Cuplikan Alibi,hehe .. )
Ehemmm ..
Kembali pada sebuah “Sepotong Senja untuk Pacarku”.
Aku sudah membacanya.                     
Bagaimana denganmu, sahabatku?
Belum ya?
Ya .. aku tau, kau sibuk membaca “bacaan paling terindah di muka bumi ini”.
Lanjutkan, Kawan!
Tapi jika ada waktu luang, sempatkan membacanya, kemudian kita saling berbagi,oke??(maksa banget deh,hehe .. )
Aku sudah mendapatkan maknanya (yang mungkin berbeda dengan pembaca (lain) yang membaca buku itu).
Mungkin aku bisa bercerita inti dari buku tersebut, hmm .. seperti ini:
Sepotong senja telah hilang karena dihadiahkan pada seorang wanita (padahal si wanita tidak mencintainya).
Karena cinta, dia berani mengambil sepotong senja kemudian membungkusnya dalam amplop, kemudian dikirimkan lewat pos.
Karena cinta, dia tidak berpikir tentang akibat dari perbuatannya.
Karena cinta.
“Kupandang senja yang abadi sebelum melipat surat ini. Betapapun semua ini terjadi karena cinta, dan hanya karena cinta- betapa besar bencana telah ditimbulkannya ketika kata-kata tak cukup menampungnya. Kutatap senja itu, masih selalu begitu, seperti menjanjikan suara perpisahan yang sendu.” (Sepotong Senja untuk Pacarku.2006:191)
Cinta tak harus diucapkan dengan kata-kata.
Karena cinta sendirilah yang menerangkan cinta.
Ngomongin cinta .. cinta yang seperti inilah yang ditawarkan Sapardi Djoko Damono (sekilas tambahan) :
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu pada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan pada hujan yang menjadikannya tiada”
(tidak dikutip dari sebuah buku karena si penulis sudah hafal,hehe ..)
Oke, lain kesempatan InsyaAllah yuk mari kita bahas, kita gagas puisi Sapardi yak?hehe ..
Sekarang kembali ke Sepotong Senja untuk Pacarku ..
Ulasan inti yang aku sebutkan sebelumnya memang tak seindah dengan isi buku aslinya- buku yang begitu indah dalam mengulas keindahan senja. Hingga saat kau membacanya, kau benar-benar merasakan senja tersebut. (huhu so sweet abis pokok’e .. )
Dibalik kisah itu aku mendapati..
itu adalah bacaan sebagai perenungan untuk pembaca bahwasanya bagaimana nantinya jika senja tiada?
Gelap!!
Ya itu jawabnya ..
Sejenak rasakan “kegelapan”
“ Alina tercinta, Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja- dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apakah kamu menerimanya dalam keadaan legkap?...”(Sepotong Senja untuk Pacarku.2002:5)
”Sukab yang malang, Senja yang kau kirimkan sudah kuterima, kukira sama lengkap seperti ketika engkau memotongnya di langit yang kemerah-merahan itu, lengkap dengan bau laut, desir angin dan suara hempasan ombak yang memecah pantai. Ada juga kepak burung-burung , lambaian pohon-pohon nyiur dalam kekelaman, sementara di kejauhan perahu layar merayapi cakrawala dan melintasi matahari yang sedang terbenam. Aku pun tahu Sukab, senja yang paling kemas-emasan sekalipun hanya akan berakhir dalam keremangan menyedihkan, ketika segala makhluk dan benda menjadi siluet, lantas menyatu dalam kegelapan. Kita sama-sama tahu, keindahan senja itu, kepastiannya untuk selesai dan menjadi malam dan kejam. Manusia memburu senja kemana-mana, tapi dunia fana ini Sukab, seperti senja. Kehidupan mungkin saja memancar gilang gemilang, tetapi ia berubah dengan pasti. Waktu mengubah segalanya tanpa sisa, menjadi kehitaman yang membentang sepanjang pantai. Hitam, sunyi, dan kelam.”(Sepotong Senja untuk Pacarku.2002:179-180)
Ya.. dunia fana ini seperti senja,
Akan lenyap.
Selesai.
Gelap.
“Rupa-rupanya dengan cara seperti itulah dunia ini mesti berakhir. Senja yang engkau kirimkan telah menimbulkan bencana tak terbayangkan. Apakah engkau tahu suratmu itu baru sampai sepuluh tahun kemudian? Ah, engkau tidak akan pernah tahu apa yang terjadi dengan senja yang kau kirimkan ini. Senja paling taik kucing dalam hidupku Sukab, senja sialan yang paling tidak mungkin diharapkan manusia.” (Sepotong Senja untuk Pacarku.2002:180)
Ya .. segala tindakan harus ada pertanggungjawaban.
Berpikir sebelum bertindak?
(kalo kebanyakan mikir, lama bertindaknya- ini gak baek juga sih)
Intinya .. tanggung jawab!
“Apakah waktu bisa diulang atau bagaimana, aku belum pernah memasuki senja di dalam amplop. Atau, apakah di dunia ini sebetulnya seperti amplop ya Sukab, di mana kita tidak tahu apa yang berada di luar diri kita, di mana kita merasa hidup penuh dengan makna padahal yang menonton kita tertawa-tawa sabil berkata “ Ah kasihan betul manusia,” Apakah begitu Sukab, kamu yang suka berkhayal barangkali tahu. Tapi aku tidak mau khayalan, aku tidak mau kira-kira, meskipun usaha kira-kira itu begitu canggihnya sehingga disebut ilmiah, aku mau tahu yang sebenarnya. Apakah ada yang menyaksikan kita sambil tertawa-tawa? Kalau iya, apalah arti hidup kita ini Sukab? Tidakkah nasib manusia memang seperti ikan, yang diternakkan hanya untuk mengisi akuarium di ruang tamu seseorang, yang barangkali juga tidak terlalu peduli kepada makna kehidupan ikan-ikan itu?”(Sepotong Senja untuk Pacarku.2006:184)
Senja dalam amplop.
Jika senja adalah dunia.
Dunia dalam amplop.
Kita di dunia.
Dunia kita di dalam amplop.
Kita tidak tahu apa yang terjadi di luar sana, kita di dalam.
Di dalam amplop, kawan !
“Setelah amplop itu kubuka dan senja itu keluar, matahari yang terbenam dari senja dalam amplop itu berbenturan dengan matahari yang sudah ada. Langit yang biru bercampur aduk dengan langit kemerah-merahan yang terus menerus berkeredap menyilaukan karena cahaya keemas-emasan yang menjadi semburat tak beraturan. Senja yang seperti potongan kue menggelegak, pantai terhampar seperti permadani di atas bukit kapur, lautnya terhempas langsung membanjiri bumi dan mengahancurkan segala-galanya. Bisakah kau bayangkan Sukab, bagaimana orang tidak panik dengan gelombang raksasa yang tidak datang dari pantai tapi dari atas bukit?”(Sepotong Senja untuk Pacarku. 2002: 187)
Dunia hancur.
Kiamat kah?
Selesai.
Sunyi.
Sepi.
Bayangkan saja jika angin, debur ombak, matahari terbena, dan cahaya keemasan dibungkus dalam sebuah amplop, kemudian dikirimkan pada seorang wanita.
Angin telah hilang, ia reguh, dimasukkan ke amplop, tanpa angin.
Debur ombak telah hilang bersama lautnya. Tanpa lautan ..
Matahari terbenam. Matahari hilang, tanpa sinarnya, gelap gulita. Pagi seperti malam dan malam semakin malam (baca: pagi tampak gelap dan malam semakin gelap).
Sepotong senja tlah direkuh, karena pada dasarnya senja berkomposisikan angin, debur ombak, mataari terbenam dan cahaya keemasan. Keindahan itu terbungkus dalam amplop.
JANGAN DI BUKA AMPLOP ITU !!!!
ATAU ..
“Selamat berpisah semuanya. Selamat tinggal.
Alina.” (Sepotong Senja untuk Pacarku.2002:191)
Pada intinya, sepotong senja untuk pacarku itu adalah wujud perenungan akan kematian, kiamat dalam dasar sebuah cinta.
“ Kami mengira semesta begitu luas, bahkan tak terbatas, karena sepanjang sejarah kehidupan kami selalu ada cakrawala di depan pencapaian-pencapaian kami. Ternyata dunia kami hanya sebesar amplop. Kalau begitu, apa yang kami mengerti selama ini adalah semu, kami tidak suka hidp dalam dunia yang semu, kami ingin hidup dalam dunia yang sebenarnya.” (Sepotong Senja Untuk Pacarku.2002:207)

Pahami.
Rasakan.
Bersetubuhlah dengan sastra.

Karang malang at kost, 14-01-2011, 16:20

*Tulisan ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi hasrat. Dengan modal berani dan nekat upload. Penulis menyadari bahwa ada kalimat yang tidak efektif, isi sedikit GeJe, dan banyak kekurangan dalam tehnik kepenulisan (lagi belajar. Maka dari itu, kepada kawan-kawan pembaca yang berjiwa intelektual, ditunggu atas kritik dan saran yang membangun. Terima kasih J 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar