MAKALAH PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DALAM PEMBANGUNAN HUKUM DAN WUJUD
IMPLEMENTASINYA
Digunakan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dengan dosen pengampu Dra. Mawarti W.

Disusun Oleh
Achmad Husni (10201244041)
Dhesi
Jayanti (10201244056)
Tsalis
Oktaviani (10201244057)
Nisa
Miftahul Janah (10201244072)
Rahma Nur
Fitriana (10201244077)
Ade Rakhma Novita Sari (10201244080)
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA
DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2010/2011
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pembangunan yang sedang digalakkan perlu
sebuah paradigma, yaitu sebuah kerangka berpikir atau sebuah model mengenai
bagaimana hal-hal yang sangat esensial dilakuka.
Pembangunan itu meliputi
beberapa aspek, salah satunya adalah pembangunan hukum. Pancasila merupakan
hasil berfikir secara kefilsafatan, suatu hasil pemikiran yang mendalam dari
para pendiri Negara Indonesia, yang disyahkan sebagai dasar filsafat negara
pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian, pancasila merupakan konsensus
filsafat yang akan melandasi dan memberikan arah bagi sikap dan cara hidup bangsa
Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara berisikan ajaran
mengenai Ketuhanan YME, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan bagi permusyawaratan/
perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh warga Indonesia. Nilai-nilai itu
berpangkal dari pangkal alam pikiran budaya Indonesia dan terkait dengan
perjuangan bangsa (Pranarka, 1985).
Pancasila sebagai ideologi berarti suatu
pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah manusia,
masyarakat dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan Indonesia. Oleh
karena itu pengertian ideologi ini sama artinya dengan pandangan hidup bangsa
atau biasa disebut falsafah hidup bangsa.
Jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, Pancasila
dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam ideologi terbuka terdapat
cita-cita dan nilai yang mendasar,bersifat tetap dan tidak berubah. Hal
tersebut menunjukka bahwa Pancasila layak menjadi paradigma atau kerangka
berpikir untuk pembangunan hukum.
Sebuah kerangka berpikir harus disertai sebuah pelaksanaan
atau implementasi karena pada dasarnya kerangka berpikir digunakan sebagai
perencanaan sebuah pelaksanaan untuk mencapai sebuah tujuan.
Oleh karena itu, maka kami menyusun
makalah yang berjudul “Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Hukum dan
Implementasinya.”
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Pancasila sebagai paradigma
pembangunan hukum?
2. Bagaimana implementasi Pancasila dalam
pembangunan hukum?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui peran Pancasila sebagai paradigma
pembangunan hukum.
2.
Untuk mengetahui implementasi Pancasila dalam pembangunan
hukum.
1.4 Manfaat
1.
Mengetahui peran Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum.
2.
Mengetahui implementasi Pancasila dalam pembangunan
hukum.
BAB 2
Pembahasan
2.1 Pancasila sebagai Paradigma pembangunan di
bidang hukum
Negara hanya dapat disebut
negara hukum apabila hukum yang diikutinya adalah hukum yang baik dan adil.
Begitu juga dengan Indonesia. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti
yang tertuang dalam UUD’45 BAB 1 Pasal 1 ayat 3.
Pancasila pantas dijadikan
sebagai landasan hukum karena Pancasila merupakan konsensus filsafat yang akan
melandasi dan memberikan arah bagi sikap dan cara hidup bangsa Indonesia.
Sistem hukum di Indonesia menurut
wawasan Pancasila merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem kehidupan masyarakat
sebagai satu keutuhan melalui berbagai pengaruh dan interaksinya dengan
sistem-sistem lainnya.
Menurut Soerjanto Poespowardojo (1898) Pancasila sebagai
ideologi nasional memberikan ketentuan mendasar, yakni: 1) Sistem hukum
dikembangkan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai sumbernya, (2) Sistem
hukum menunjukkan maknanya, yaitu mewujudkan keadilan, (3) Sistem hukum
mempunyai fungsi untuk menjaga dinamika kehidupan bangsa, (4) Sistem hukum
menjamin proses realisasi diri bagi warga Indonesia dalam proses pembangunan.
Dilihat dari arti dan makna sila Pancasila yang berkaitan
dengan hukum adalah sebagai berikut:
1.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu:
a.
Tidak memaksa warga negara untuk beragama, tetapi
diwajibkan memeluk agama sesuai dengan hukum yang berlaku.
b.
Negara memberi fasilitator bagi tumbuh suburnya agama,
iman warga negara dan menjadi mediator ketika terjadi konflik agama.
c.
Dalam konteks bernegara, maka dalam masyarakat yang
berdasarkan Pancasila, dengan sendirinya dijamin kebebasan memeluk agama
masing-masing.
2.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yaitu:
a.
Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah, hal
ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan dan
peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan (hukum) yang
kuat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan.
b.
Keadilan diwujudkan berdasarkan hukum.
c.
Prinsip keadilan dikaitkan dengan hukum, karena keadilan
harus direalisasikan dalam kehidupan masyarakat.
d.
Manusia mempunyai derajat yang sama dihadapan hukum.
3.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, yaitu:
a.
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan
dan keselamatan dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan
negara dan bangsa.
4. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, yaitu:
a.
Hukum di Indonesia menganut asas demokrasi, dalam arti
umum, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
b.
Perbedaan secara umum, demokrasi di barat dan di
Indonesia terletak pada permusyawaratan, yaitu mengusahakan keputusan bersama
secara bulat untuk mencapai mufakat, kemudian mengambil tindakan bersama.
5.
Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,
yaitu:
a.
Keadilan dalam hukum yang berarti adanya persamaan,
penyetaraan dari berbagai kalangan.
b.
Perlindungan negara terhadap kelompok yang lemah agar
masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya
Dari kelima sila tersebut, terdapat beberapa point yang
merupakan acuan paradigma pembangunan hukum.
2.2
Implementasi atau Pelaksanaan Pancasila dalam Pembangunan
Hukum
Implementasi atau pelaksanaan Pancasila dalam pembangunan
hukum diawali dari sebuah paradigma yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah
tindakan, yang disebut implementasi, pelaksanaan atau penerapan dari sebuah
kerangka berpikir.
Implementasi atau pelaksanaan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan hukum terbagi menjadi dua bentuk implementasi, yaitu implementasi
positif dan negatif.
Adapun maksud dari implementasi positif adalah wujud
pelaksanaan nilai-nilai dalam sila Pancasila yang berada dalam ruang lingkup
tindakan positif. Salah satu bentuk implementasi tersebut adalah pembentukan
UUD’ 45 sebagai dasar pembangunan hukum di Indonesia.
Dilihat dari nilai-nilai pada sila pancasila yang
berkaitan dengan hukum, maka bentuk implementasi tersebut terdapat dalam UUD’
45, antara lain sebagai berikut:
1.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, terdapat dalam:
a.
BAB X A pasal 28 E:
1)
Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, dst.
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
b.
BAB XI pasal 29:
1)
Negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
2.
Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, terdapat
dalam:
a.
BAB X Pasal 27, ayat 2, yaitu Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
b.
BAB XA Pasal 28A, 28B, 28C, 28D,28G, 28H, 28J,
c.
BAB XIII Pasal 31 ayat 1, yaitu Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan.
3.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, terdapat dalam:
a.
BAB 1 Pasal 1 ayat 1 yaitu Negara Indonesia ialah negara
Kesatuan yang berbentuk Republik
b.
BAB X Pasal 27 ayat 5, yaitu Setiap warga negara berhak
dan wajib ikut serat dalam upaya pembelaan negara.
c.
BAB XA Pasal 28I ayat 1 dan 3
d.
BAB XII Pertahanan negara dan keamanan negara
e.
BAB XV Bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu
kebangsaan
4.
Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, terdapat dalam:
a.
BAB II Majelis Permusyawaratan Rakyat
b.
BAB V Kementerian Negara
c.
BAB VI Pemerintahan Daerah
d.
BAB VII Dewan Perwakilan Rakyat
e.
BAB VIIA Dewan Perwakilan Daerah
f.
BAB VIIB Pemilihan Umum
g.
BAB X Pasal 28, yaitu Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang.
h.
BAB XA Pasal 28E ayat 3, yaitu Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
i.
BAB XA Pasal 28F
5.
Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruuh rakyat
Indonesia, terdapat dalam:
a.
BAB VII Hal keuangan
b.
BAB VIII Badan Pemeriksa Keuangan
c.
BAB XIII Pasal 31 butir keempat
d.
BAB XIV Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial
Sedangkan maksud dari implementasi negatif adalah wujud
penyimpangan dalam pelaksanaan UUD’45, yang merupakan dasar pembangunan hukum
di Indonesia.
Bentuk penyimpangan dalam pelaksanaan UUD’ 45 antara lain
sebagai berikut:
1.
Sila pertama
Penyerangan
terhadap Ahmadiyah, yang menimbulkan banyak kontroversi maupun pertentangan.
Ahmadiyah memiliki sebuah keyakinan bahwasanya Nabi terakhir mereka adalah Mirza
Ghulam Ahmad, hingga mereka mengganti syahadat yang seharusnya bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, diganti menjadi
Mirza Ghulam Ahmad adalah utusan Allah. Wujud penyerangan tersebut sudah menyalahi UUD’45 BAB XI Pasal 29 ayat 2, yaitu Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
2.
Sila kedua
Adanya
kriminalisasi KPK dan rekayasa kasus pembunuhan dengan terdakwa
Antasari Azhar. Terkuaknya fakta kedua kasus tersebut benar-benar membuktikan
jika hukum tidaklah berlaku di Indonesia. Yang kaya menang ataupun bebas, yang
miskin teraniaya. Hal tersebut telah menyalahi UUD’45 Bab XA Pasal 28D ayat 1 yaitu setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
3.
Sila ketiga
Adanya
mitos di Papua akan datangnya orang-orang kuat dari luar yang akan menjadi
pemimpin mereka, sehingga mitos tersebut akhirnya melembaga dalam kehidupan
politik yang diungkapkan oleh para aktivis Papua, bahwasanya Papua hendak
berpisah dengan Indonesia. Hal tersebut menyalahi UUD’45 Bab XII Pasal 30 ayat
1 yaitu Tiap-tiap warga negara verhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.
4.
Sila keempat
Adanya
penyelewengan keuangan di lingkungan Kotamadya Jakarta Barat berupa uang kas
sebesar Rp. 8,2 miliar. Uang kas tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi
oleh bendahara pengeluaran. Hal tersebut menyalahi UUD’45 BAB VI Pasal 16 ayat
2 yaitu Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
5. Sila kelima
Papua kaya akan tambang emas. Namun kenyataan yang ada, banyak
rakyat mereka yang hidup susah. Mereka benar-benar tidak mendapatkan hasil dari
bumi mereka sendiri. Jika dibandingkan dengan kota Jakarta. Jakarta tidak mampu menghasilkan
emas seperti halnya Papua. Tetapi dibalik semua kekurangannya tersebut, Jakarta
mampu melakukan pembangunan secara besar-besaran hanya karena disebut sebagai
ibukota negara. Sedangkan
daerah yang menjadi sumber penghasilan negara yang ada ditempat jauh, diabaikan
layaknya anak tiri oleh ibunya. Pelaksanan pembangunan tidak mampu dilakukan secara
adil dan merata. Daerah yang kaya akan hasil bumi ternyata tidaklah mendapatkan
apa-apa dari apa yang mereka miliki. Hal tersebut menyalahi UUD’45 BAB XIV Pasal
33 ayat 3 yaitu Perekonomian nasonal diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajaun
dan kesatuan ekonomi nasional.
BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa nila-nilai, arti atau makna yang
terdapat dalam sila Pancasila merupakan landasan kerangka berpikir untuk
mencapai tujuan bersama, sehingga layak disebut sebagai paradigma dalam
pembangunan, lebih khususnya adalah pembangunan hukum. Pelaksaanaan atau
implementasi dari paradigma tersebut sudah diimplementasikan dalam pembentukan
UUD’45.
3.2 Kritik dan Saran
Adanya
penyelewengan terhadap pembentukan UUD’45 yang merupakan dasar pembangunan
hukum di Indonesia, yang berdasarkan kerangka pikir nilai-nilai, arti atau
makan sila Pancasila, baik pemerintah, maupun masyarakat Indonesia harus
menjunjung tinggi keberadaan pacasila sebagai ideologi bangsa yang haus
ditegakkan demi berlangsungnya penghidupan yang layak untuk bangsa, karena pada
dasarnya, Pancasila merupakan hasil pemikiran dan visi bangsa yang harus
ditempuh bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Rukiyati, M.Hum., dkk. 2008. Pendidikan
Pancasila Buku Pegangan Kuliah. Yogyakarta: UNY Press.
blog.kenz.or.id/2006/06/01/45-butirbutirpancasila
debyadjjah.wordpress.com/.../39/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar