TUGAS KELOMPOK MERINGKAS BUKU “IWAN SIMATUPANG
SEBAGAI PEMBAHARU SASTRA INDONESIA”
(Kelas N PBSI 2010)
Anggota Kelompok I :
Dhesi Jayanti 10201244056
Nadia Ayu P 10201244073
Ade Rakhma N.S 10201244080
Ayu Siti R 10201244087
NOVEL-NOVEL IWAN SIMATUPANG PERGUMULANNYA ATAS
AJAL
Merahnya
Merah, Ziarah, Kering, dan, Kooong; Novel-novel Iwan Simatupang terkesan berisi
obsesi Iwan terhadap ajal, versus maut, kematian, m-a-t-i. Seluruh konflik yang
ia taburkan baik dengan humor-lewat tokoh apa saja di kempat novelnya tadi itu,
merupakan pergumulannya melawan ajal. Dalam Ziarah setidaknya 10 kali kematian
disebutkan, Koong 3 kali, Kering 10 kali, dan Merahnya Merah 15 kali. Semua itu
tidak lepas dari kematian istrinya, betapa besar kecintaannya pada
Corry-istrinya. Wafatnya Corry inilah, agaknya genesis dari keempat novel
tersebut.
Bekas pelukis dalam Ziarah, setelah istrinya
meninggal entah berapa lama yang silam. Ia kemudian terdorong ke berbagai
pengalaman, pergumulan batin, sehingga pada suatu malam, di pekuburan, tatkala
ia meneriakkan dengan amat nyaringnya, “SAYA MENCINTAI ISTRI SAYA-A-A!”. Itu
layaknya proklamasi Iwan Simatupang sendiri kepada dunia.
TEGAK LURUS DENGAN LANGIT- CERPEN-CERPEN IWAN
SIMATUPANG YANG MEMPESONA
Tegak Lurus dengan Langit merupakan kumpulan cerpen Iwan
Simatupang yang dikumpulkan oleh Dami N.Toda. Di dalam berisi 15 cerpen,
diantaranya; Lebih Hitam dari Hitam, Monolog Simpang Jalan, Tanggapan Merah Jambu
terhadap Revolusi, Tegak Lurus dengan Langit, dan lain-lain. Cerpen-cerpennya
ini hampir keseluruhannya mipip esai, karena dia pada mulanya adalah penulis
esai. Cerpen-cerpenya yang pekat, tidak menarik karena kisahnya, tetapi menarik
karena ide-idenya. Komitmen Iwan dengan masalah sosial masyarakatnya cukup
besar, dan sebenarnya itlah yang dikemukakannya dalam karya-karyanya yang
avantgarde, yang memang mendahului zamanya.
IWAN SIMATUPANG PEMBAHARU SASTRA INDONESIA
Cerpen-cerpen Iwan Simatupang adalah jarak dan unik dalam
dunia percerpenan di Indonesia. Mana ada cerpen Indoonesia sedalam dan seintens
cerpen Iwan dalam memasuki dunia jiwa tokoh-tokohnya. Dalam hal bahasa Iwan
juga seorang master. Cerpen-cerpenna memiliki aktualitas sendiri serta mengundang
studi yang luas karena kekayaannya.
IWANSIMATUPANG DAN SURAT-SURATNYA:KELAHIRAN
NOVEL BARU
Sebagai seorang pengarang, surat-surat Iwan yang demikian
banyaknya itu, terutama ditujukan kepada H.B.Jassin yang telah dilakukan sejak
tahun 1952 banyak sekali menungkapkan sikap atau pandangan hidup sebagai
literer Iwan. Termasuk pergulatan, kegelisahan, pencahariannya dan lain-lain.
Nada bicaranya tegas, to the point dan berani. Sering pula berisi keluhan.
BEBERAPA
CATATAN TENTANG PEMBAHARUAN IWAN SIMATUPANG DALAM PENOKOHAN DAN TEMA
Iwan
Simatupang memperlihatkan
bahwa alur Iwan yang anti alur; gaya yang puitis dan esais; serta latar
belakang yang indiferen merupakan
akibat dari temannya yang berstruktur ganda serta tokohnya yang personality incomplete.
Iwan
dalam esainya “Sastra dan 2 x Manipulasi” mengatakan bahwa sastra bukan
melahirkan konsepsi, tetapi dilahirkan dan konsepsi tertentu. Dan memang novel
Iwan melahirkan tokoh-tokoh eksistensial, yakni orang-orang yang bergelut
dengan permasalahan modus keberadaannya baik pilihan itu ditanggapi secara
sadar maupun yang terhanyut di dalam kehidupan begitu saja. Iwan tampak
mencakup kedua pola itu sekaligus. Misalnya saja di dalam Ziarah.
Pada
novel-novel Iwan, tema memiliki struktur bersusun. Jika kita membandingkan
dengan tema yang diketengahkan dalam karya-karya sastra sebelum Iwan, maka
tampaklah bahwa dalam hal tema Iwan telah membuka suatu wilayah baru.
Memberikan suatu kemungkinan lain. Ini terlihat, jika sastra di masa sebelumnya
banyak mengetengahkan masalah sosiologis-kultural. Kemudian masa berikutnya
mulai menggarap permasalahan kejiwaan dan pemikiran. Iwan membuka dimensi baru
dengan membuka pertanyaan pada problema metafisis. Inilah sumbangan dan
tantangan Iwan bagi kesusasteraan kita selanjutnya.
FUNGSI
PUITIK ALUR DALAM KOMEDI SEBARAK “PETANG DI TAMAN” *) KARYA IWAN SIMATUPANG
Kedudukan
Iwan Simatupang dalam khazanah kesusasteraan Indonesia sangat terhormat. Dengan
novel-novelnya: Merahnya Merah (1968),
Ziarah (1969), dan Kering (1972). Beberapa pengamat sastra mempredikati
ketiga novel itu sebagai nouveau roman.
Rangkaian
kejadian dalam PDT tidak berputar pada satu persoalan inti yang dikelilingi
oleh persoalan-persoalan tambahan. Seluruh rangkaian kejadian dalam PDT
membeberkan beberapa persoalan yang kadang-kadang tidak saling berhubungan sama
sekali.
Irama
alur inilah yang akan menentukan daya tarik alur PDT ini. Tanpa irama alur yang
hidup, alur PDT ibarat perkembangan garis mendatar yang tunggal nada, monotone,
dan membosankan.
Orientasi
PDT ini terlukis pada tempat dan alat yang terlihat pada kata “taman” dan
“bangku”. Juga terdapat orientasi tokoh. Orientasi yang dilukiskan PDT dengan
dua buah petunjuk pentas tersebut sudah cukup padat.
F.
WIDYASTANTO
SIAPA
MAU MENYUSUL EKSISTENSIALIS DARI SIBOLGA?
Iwan
Martua Dongan Simatupang. Kehadirannya menjadi berharga. Nama seperti Chairil atau Pram dengan mudah orang
temukan sebagai monumen klasik dalam perjalanan sastra. Tetapi jenis novel
seperti Merahnya Merah (1969) atau Ziarah atau Kering yang ketiganya bermain dalam satu mata rantai; lalu juga Kooong yang diterbitkan posthumous.
J.P.
Sartre telah menempatkan diri pada kesadaran akhir dari apa yang mampu diserap
oleh manusia masa sekarang. Di tengah gelombang kemajuan ilmu dan teknologi.
Ilmu dan kemampuan tinggi dari intelegensi manusia seakan telah mampu menjerit
dan makan umat manusia itu sendiri. Tingkat nafsu hegemoni politik dan ekonomi
telah memuncak sedemikian dahsyat, sehingga pada gilirannya nilai yang paling
asasi dalam kebudayaan dan peradaban lenyap ditelan oleh kegilaan.
Anomalie dalam
diri dan sejarah hidup Iwan Simatupang hanya bisa dipahami dari titik tolak
ini. Tetapi dilihat dari sebuah perspektif budaya dan sejarah, maka pergulatan
Iwan untuk menangkap diri, merumuskan dan menghadirkannya sebagai "iwan”,
sebagai aku dan subyek. Upaya semacam itulah mengandung nilai heroik dan benar atas
harga diri kesadaran yang semakin tua dari masa sekarang.
Ketidakmampuannya
untuk meloncat dari jabatan gairah individual telah memaksanya seolah menjadi
semakin parah dan remuk pada dataran kesadaran itu.
“TAMAN” IWAN SIMATUPANG
Bagian
pembukaan drama ini menyajikan beberapa problema yang menarik; beberapa
konstatasi, perwatakan dan segi kejiwaan kefisikan sebuah karya literer. Drama
ini menyajikan ide pokok tentang kehadiran. Settingnya mencerminkan sebuah pola
gagasan tentang keberadaan. Taman adalah milik umum-kecuali taman di rumah sendiri-semacam
firdaus kecil yang menerima kehadiran
entah siapa, entah kapan, dengan problema apa, dengan masalah bagaimana, dengan
keisengan atau kemestian.
IWAN SIMATUPANG:KERAKYATJELATAAN
UNIVERSAL NOVEL BARU INDONESIA
Faktor ketidaksengajaan seringkali menentukan dalam
proses penulisan karya karya Iwan. Iwan sangat menyukai gaya bahasa yang padat
, yang terkadang menimbulkan kesan kaku pada rasa kalimatnya.Misalnya, kita
baca kalimat-kalimatnya yang terakhir dalam novelnya Ziarah yang di terbitkan PT Gunung Agung, Jakarta, tahun
1969, pada halaman 197.
“Tiap
langkahku menginjak perkuburan tertentu dari mayat-mayat tertentu di bumi yang
bersejarah telah jutaan tahun. Iwan
Simatupang adalah penuis yang unik.Ia manususia yang banyak mengandung
kontradiksi dan kompleksitas yang tidak kepalang. Penggunaan bahasa dari Iwan bukan sekedar sebagai alat penyampai
atau penghantar isi pikiran atau dipergunakan sebagai “tunggangan” dari
ide-idenya belaka.
Ada
dua masalah besar yang masih harus dihadapi oleh Iwan Simatupang yaitu: 1.Bagaimana ia menyuguhkan ide-idenya
yang merupakan pengalaman batin dan kekayaan ideologisnya sanggup tampil ayau
lahir dalam bentuk literer. 2.Bagaimana ia sanggup memberikan karya karya yang
semakin baik, semakin bobotnya bertambah dan selalu relevan dengan persoalan
persoaln terpenting bagi kehidupan masyarakatnya.
Iwan selalu menyongsong
dengan positif setiap tokoh pemberontakan, rebeli, revoltan, yang bergerak
menghabiskan hidupnya untuk manusia lain, untuk masyarakat jelata sekarang dan
masyarakat jelata zaman yang akan datang.Peristiwa dan masalah sentral karya
Iwan adalah selalu masyarakat menderita,
masyarakat jelata.
Aliran
Iwan Simatupang hanyalah Iwan Simatupang sendiri.Latar belakang hidupnya sangat
kompleks dan luar biasa luas pengembaraan pemikiran dan ide-idenya.
IWAN
SIMATUPANG DAN TRAGEDINYA
Kegagalan Iwan
Simatupang
Dari surat pribadi Iwan yang ditulisnya
tanggal 12 Desember 1968(dari Hotel Salak Bogor H.B. Jasin), terpancar suatu
pernyataan rasa menyesal Iwan Simatupang terhadap kegagalannya untuk memenuhi
tuntutan orang tuanya.Harapn orang tuanya ialah agar Iwan Simatupang menjadi
seorang dokter.
Masalah
Keagamaan
Tragedi yang kedua yang dialami Iwan
ialah sekitar masalah agama.Iwan sebelumnya adalah seorang muslim yang patut
dan taat menjalankan ibadah.Kemudian ia beragama Katholik sejak terlibat
perdebatan sengit di Surabaya.Penyesalan Iwan Simatupang bukan masalah Katholik
atau Islam itu sendiri.Yang menjadi masalah baginya adalah jalan yang brsimpang
dua dengan orang tuanya.Ia memilih Katholik sebagai pegangan terakhir bukanlah
suatu yang dipaksakan kepadanya, bukan pula suatu pelarian, tetapi memang
melalui kesadaran yang disertai oleh pertimbangan yang sehat.
Kematian Istri
Sejak kematian istrinya, Iwan selalu
sakit, dan penyakit itu selalu dating setiap bulan Desember.Sebagai akibatnya
Iwan mengalami frustasi yang cukup hebat.Maka mulailah Iwan menekuni
kertas-kertas untuk menulis novel. Kisah tentang kematian istri ini sepenuhnya terbias dalam novel
Ziarah.
“MERAHNYA
MERAH”
SEBAGAI
CERMIN ORISINALITAS IWAN
Karya-karya Iwan Simatupang merupakan
suatu gejala yang pernah mengagetkan konsumennya, mengagetkan konsumennya ,
mengagetkan kehidupan kesusastraan kita secara keseluruhannya. Struktur novel Iwan sama dengan struktur
novel kesadaran baru yang hidup di barat sana.Cerita dalam novel Merahnya Merah itu sendiri memperlihatkan suatu proses.Tahap
pertama dalam kehidupan Tokoh Kita adalah tahap penentuan akan mutlaknya suatu
nilai yang dipilih dan dihayatinya.Namun demikian, novel ini berbeda dengan
novel transisi, sebab di dalamnya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh Fifi, Pak
Centeng, Maria, memamng mempunyai pencarian nilainya sendiri-sendiri, yang
berkonflik dengan dunia gelandangan yang penuh dengan ketidakpastian itu.
Novel Iwan seluruhnya,
termasuk strukturnya, beranjak dari struktur batin Iwan sendiri yang dicetak
oleh lingkungan masa colonial dan masa sesudahnya.Individulisme yang
melatarbelakangi sosialisasi dirinya mencetak struktur novel yang berciri
pencarian.Iwan adalah tukang baca.Adanya pengaruh-pengaruh dari karya-karya barat tidak dapat
dipungkiri.
KEBUDAYAAN
KELONTONG MERAMBAH MASYARAKAT DESA
Sastrawan Gerson Poyk pada sekitar
lima tahun yang lalu (yang dimaksud adalah tahun 1975) pernah merisaukan
tentang keadaan masyarakat Indonesia yang sudah kejangkitan barang-barang
kelontong.Yaitu barang-barang luks yang ditawarkan lewat iklan pada media massa
cetak ataupun elektronik dengan cara yang teramat mempesona.Sebenarnya apa yang
dirisaukan oleh Gerson Poyk sudah lebih dulu pernah dirisaukan Iwan
Simatupang.Pada tahun 1968 Iwan Simatupang telah menulis novel berjudul Kooong
KEBUDAYAAN
KELONTONG
Kekayaan yang diterima secara mendadak
sontak memang tidak saja mengejutkan, tetapi juga mengagetkan mental yang
menerima kekayaan itu secara tiba-tiba.Hal demikian ini oleh Iwan Simatupang diamati
secara teliti.Iwan Simatupang menilai bahwa kebudayaan kelontong telah masuk
dan dimasukkan ke desa.
NOVEL-NOVEL IWAN SIMATUPANG: EKSPERIMEN YANG
BERHASIL
Iwan Simatupang telah
membawa kita dalam dunia yang penuh absurditas. Gagasan-gagasan dalam novelnya
memberikan suatu sistem yang mengandung arti ketidakpastian. Hal tersebut
dilakukan Iwan untuk melakukan eksperimen dalam usahanya mengekploitasi
kemungkinan potensial karya sastra yang bergenre novel.
Kemungkinan potensial lain
yang tak luput dari penganamatan Iwan adalah unsur setting/ latar, dan
image-image simbolik lewat penamaan tokoh,serta penulisan ejaan.
IWAN SIMATUPANG SASTRAWAN INDONESIA
Iwan tergolong jenis
manusia yang menjadi terkenal, justru setelah ia tiada.”Hidup Iwan laksana sebuah
simfoni yang tak terselesaikan,” ungkap Menteri Frans Seda pada saat menghadiri
upacara pemakaman Iwan.
Tanggapan pada novel
Merahnya-merah adalah ceritanya efektif karena menggunakan unsur tertentu,
seperti ironi. Tanggapan pada novel Ziarah adalah berhasil mengungkapkan segala
pikiran, persepsi tokoh mengenai kemanusiaan yang membukakan kesempatan
interpretasi yang luas. Tanggapan pada novel Kering adalaah merupakan novel
kritik sosial yang paling tajam diantara karya yang lain.
Iwan menulis secara sangat
filosofis dan psikologis. Di mana Iwan memiliki khas tulisan yang abstrak,
kontraditif, nasionalistis, terlibat, idealistik, humoristik, dan gaya bahasa
yang kuat. Iwan selalu menunjukkan solidaritas dengan rakyat biasa. Iwan diaggap
sebagai pembaharu dalam sastra Indonesia.
IWAN SIMATUPANG (1928-1970) MANUSIA HOTEL
SALAK KAMAR 52
Iwan memiliki gagasan
bahwa Indonesia saat ini adalah MENCIPTA. Protes atau pemberontakan,
lalu-lalang dalam novel Iwan, berupa gabungan antara rasa iba pada diri
sendiri, sunyi, takut, merana, dan sebagainya.
Secara keseluruhan, yang
menonjol dalam karya sastra Iwan adalah keasadaran melihat manusa itu dalam
nilainya yang serba nisbi.
kunjungi juga dan beri komennya di perempuanganda.blogspot.com
BalasHapus