Di sebuah perumahan, ada masjid. Di masjid
tersebut ada Taman Pendidikan Al-quran (TPA). Kepala TPAnya adalah seorang
perempuan. Dia adalah pegawai negeri sipil (PNS). Suatu ketika, ta’mir masjid
tersebut menyampaikan aspirasi dari masyarakat kepada si bu kepala TPA
tersebut, “PNS kok masih ngajar di TPA?”
Dari sini dulu.. lucu ya? Memangnya PNS
enggak boleh ngajar di TPA, ya?
Selidik diselidik, si bu kepala TPA tersebut
menjelaskan maksud aspirasi tersebut bahwasanya (mungkin) apakah gaji PNS masih
belum cukup, kok ya masih mencari pendapatan di TPA. Nah, dari sini, ternyata,
suaminya pun juga PNS. Hmm.. pantas saja menarik perhatian orang.
Mungkin, orang-orang curiga kalau si bu kepala
TPA melakukan korupsi. Teet toot.. ternyata ada buku khusus laporan pengeluaran
dan pemasukan, pemirsa. Itu pun juga ditandatangani oleh ta’mir masjid.
Dari sini lagi.. lucu ya?
Pertama, kok
bisa-bisanya berpikiran bu kepala TPA tersebut korupsi. Tadi, katanya gaji PNS
itu sudah dianggap banyak, sehingga menimbulkan saran untuk tidak perlu lagi
menjadi kepala TPA, tapi setelah itu menuding korupsi. Lawong wis sugih, ngopo korupsi neh? Malahan, biasanya ada lho
orang itu nunggu kaya sebelum dia ngajar. Tujuannya sih supaya ngajarnya ikhlas
dan orientasi utamanya bukan lagi uang.
Kedua, orang
belajar itu wajib, dan mengajar itu dianjurkan. Orang berilmu tapi tak mau
berbagi ilmu, bagiku seperti orang makan tapi enggak beol. Kupikir enggak
masalah kalau si bu kepala TPA itu mengajar di TPA sekalipun dia sudah PNS.
Orang mengajar kan tak ada batasan harus single
atau sudah berkeluarga, harus kaya atau harus miskin, dan lain-lain.
Ketiga, kalaupun
orientasinya memang untuk mendapat pendapatan. Kupikir tak masalah, memperkaya
diri itu kan juga dianjurkan. Sepertinya, dogma miskin itu terlalu erat dengan
muslim. Dan bodohnya, kok ya mau kena dogma semacam itu? Muslim pun juga kudu
kaya. Bayangkan, kalau si bu kepala TPA itu makin kaya, kemudian dia bisa
sedekah, membantu orang-orang fakir miskin, berangkat umrah, haji, atau
mendirikan TPA gratis tanpa biaya. Bayangkan! Orang kaya itu kalau ibadah jadi
gampang. Kaya? why not?
Memang, TPA itu masih dipungut biaya. Itu
karena untuk menggaji pengajar yang
lainnya. Kalaupun bu kepala TPA yang harus membayar pengajar tersebut, mungkin
masih belum sanggup karena dia juga masih punya tanggungan anak dan keluarga. Kalaupun
hendak ngeyel menggratiskan, ya si ta’mir masjid itu coba. Di mana perannya? Kalau
ada omongan masyarakat seperti itu dia hanya menjadi pak pos yang mengirim
pesan, tidak memberi penjelasan pada masyarakatnya, tidak member motivasi pada
bu kepala TPA tersebut, atau jangan-jangan malah jadi kompor masyarakat? Dasar!
Baiklah, kalaupun kemudian dicarikan pengajar
sukarela, yaaa kupikir orang-orang yang ngedumel di belakang itu saja yang dijadikan
pengajar sukarela, bersedia tak? Jangan sukanya ngomong-ngomong di belakang
nuduh yang macam-macam.
Huh, bikin emosi. Ini masih satu permasalahan
yang ada pada perumahan tersebut. Kupasan ini dulu saja, semoga bermanfaat.
Salam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar