Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Sabtu, 28 Juni 2014

Ramadan Terakhir di Masa Lajang: Why Not?

“Kegiatan apa yang bisa aku lakukan di rumah, Bu?” tanyaku usai salat magrib.
“Banyak. Tadarusan, kegiatan remaja masjid, kalau sore ngajar TPA. Nanti menjelang magrib jualan jus. Wah menyenangkan itu,” ungkap Ibu.
“Iya, ya. Banyak kegiatan menyenangkan di rumah sebenarnya. Aku ingin mengabdi di masyarakat sini. Barangkali ini ramadan terakhirku di masa lajang,” ucapku.
“Apa itu lajang?” tanya Ibu dengan polos.
“Single,” jawabku.
“Halah,” ibu menahan tawanya.
“Lho iya to, siapa tahu ini adalah Ramadan terakhirku di masa lajang. Ramadan tahun depan kan aku sudah bersuami,” ungkapku penuh keyakinan.
“Pede banget,” ketus ibu masih dengan menahan tawa.

Sudah kedua kalinya aku punya keyakinan bahwa “Ini adalah Ramadan terakhirku di masa lajang”. Aku pernah meyakini ini di Ramadan tahun 2013 kemarin. Berdasarkan perhitunganku, aku akan menikah setelah wisuda. Aku memprediksi akan lulus bulan Mei 2014 (sebelum Ramadan tiba). Aku mengira-ngira, berarti saat Ramadan tahun 2014 tiba, aku sudah dalam keadaan bersuami. Tapi ternyata takdir berkehendak lain. Sampai Ramadan sudah tiba pun aku belum lulus dan belum menikah. Hihihi
Keyakinanku tentang hal ini tidak pudar. Tahun ini aku masih meyakini hal yang sama kalau Ramadan tahun ini adalah Ramadan terakhir di masa lajangku. Ramadan tahun depan aku sudah bersuami. Yeaaaach!
“Kok ibu malah ketawa? Mbok anaknya didoain gitu lho. Rida orang tua itu rida Allah lho, Bu. Doa dari ibu cepet manjurnya,” pintaku.
“Haduh duh, apakah kamu sedikitpun tidak ingin bekerja lebih dulu?” tanya ibu.
“Lha memangnya kalau nikah enggak bisa kerja po? Prioritas, Bu. Menyempurnakan separuh agama menjadi prioritas enggak salah kan?” sahutku.

Kebanyakan orang berpikir-terutama orang tua, seorang anak itu sekolah, kuliah, lulus, kerja, baru nikah, punya anak, dan seterusnya. Rutinitas yang membosankan. Banyak kan yang kuliah langsung kerja enggak lulus-lulus (tapi pada akhirnya lulus juga kok, hehe). Ada juga yang nikah dulu baru kuliah. Bahkan, ada yang punya anak dulu baru nikah-naudzubillah. Ya, begitulah pola orang yang menentang kelaziman. Tapi tiga contoh yang aku sebutkan terkadang juga dilazimi beberapa orang kan? Huuu
Banyak orang menganggap mapan dulu baru nikah. Tapi bagiku, nikah dulu baru gampang mapan. Entahlah pikiran itu terdoktrin dari mana. Yang jelas, aku sudah kebal pada omongan orang, “Hidup itu harus memandang realitas, tetap harus diperhitungkan ini itunya,” syalalalala dan seterusnya. Sudah bosen sama yang begituan. Akal pikiran manusia susah nyampek untuk memperhitungkan urusan dunia. Yang dihitung masalah keuntungan dan keuntungan, tapi realitasnya lupa bersyukur, jadinya ya merasa kurang terus, merasa enggak untung-untung juga. Salah siapa dong? Mau dikasih kekayaan bejibun, kalau enggak bersyukur dan masih merasa kurang, ya udah, tetep bilangnya belum mapan, masih miskin. Mapan masih mengalami perdebatan maksud, pemirsa. Coba kamu jelaskan apa itu mapan! Kecukupan untuk memenuhi kebutuhan kah? Baiklah, kalau sudah merasa cukup, berarti sudah mapan ya? Oke deh, cukup! Horeeee aku sudah mapan ayo nikaaaaah, hehehe
“Kemapanan apalagi yang harus aku cari? Allah sudah menjanjikan akan melapangkan rezeki orang yang menikah,” ucapku.
“Ya, setidaknya kamu punya pegangan dulu sebelum menikah,” saran Ibu.
“Pegangan yang mana lagi? Aku sudah berpegang pada janji Allah,” tegasku dengan senyuman termanis.
Ibu hanya terdiam dalam senyumnya yang sumringah.

Kalau ada yang bilang, “Lihat si Fulan, perekonomiannya malah makin buruk setelah dia menikah.” Berarti yang ngomong kayak gitu, dia tidak percaya pada janji Allah. Lagipula, janji Allah juga banyak, lho! Buruk di mata kita, belum tentu buruk di mata Allah kan? Kita tidak akan pernah tahu di balik keburukan yang menimpa si Fulan itu ada berkah yang lain. Kalau perekonomian Fulan buruk, terus mau apa? Kalau bagimu buruk, belum tentu bagi Fulan buruk. Bisa jadi Fulan dalam keadaan bahagia tapi kamu tidak mengetahui itu. Wong kui sawang sinawang.
“Ya, sudah. Kalau kamu mau nikah sekarang, segeralah. Mana yang mau melamar? Ibu persilakan,” ungkap ibu.
Aku pun diam.
SKAK MAK! Ngeyel pengen cepet nikah, giliran dipersilakan malah diem. Hahahaha...
Mohon doa aja deh semoga diberi kemudahan untuk segera menikah. Hehehe.. dan segera lulus tentunya. Kudoakan pula untuk siapapun kamu yang membaca tulisanku yang ingin segera menikah ataupun lulus, semoga bisa segera ya. Semoga kita bisa berjalan menuju kebaikan lewat jalan yang baik dengan cara yang baik pula.
eaaaaaaaaaak >.<

Salam syukur!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar