Salam kenal.
Saya adalah Ade Rakhma. Saya adalah mahasiswa jurusan kedokteran di Universitas
Indonesia yang tidak direstui takdir, hingga akhirnya saya menjadi pengangan
yang berangan-angan menjadi seorang istri. (Nah lho?)
Dewan Perwakilan Daerah Rakyat Indonesia (DPD
RI). Apa pendapat Anda kala saya mengungkit sebutan itu? Itu pertanyaan
retoris dari saya. Untuk selanjutnya, nikmati saja curahan saya. Semoga setelah
membaca tulisan ini, Anda tertarik untuk turut serta berandai-andai. Terserah
Anda, apa yang akan Anda lakukan setelah membaca tulisan ini, asalkan jangan
muntah, itu saja. Terima kasih.
Baiklah. Andai
saya menjadi anggota DPD RI, maka hal pertama yang saya lakukan adalah, saya
akan mengadakan tasyakuran di rumah. Kenapa? Karena ini adalah sesuatu yang
patut disyukuri, “Aku jadi pegawai
negeri, paaaak!!”
Kemudian,
nantinya pada tanggal 01 Oktober, saya akan mengadakan tasyakuran bersama
kawan-kawan DPD RI yang lain. Kenapa harus tanggal 01 Oktober? Karena 01
Oktober 2004 adalah hari lahir DPD RI. Tasyakuran ini diadakan sekaligus
mempererat tali persaudaraan seluruh anggota DPD RI. Bakar ikan di pinggir
pantai, berpesta ria (tanpa alkohol dan obat-obatan terlarang), mengajak
keluarga (jika punya), berdendang bersama diiringi alunan nada gitar dan
kehangatan api unggun,hmm.. Yang pasti, tasyakuran tersebut tidak ambil duit
negara, melainkan patungan dari kawan-kawan. Ingat! Hanya hari itu saja, yaitu
tanggal 01 Oktober.
Kemudian,
tanggal 02 Oktober diadakan bakti sosial di beberapa daerah yang membutuhkan
bantuan. Misal, ke Sulawesi, bagi-bagi sandal jepit. Perencanaan ini harus
disusun sebelum menyusun acara untuk tanggal 01 Oktober. Jika bakti sosial
untuk tanggal 02 Oktober belum tersusun lancar dan terancam sukses, maka acara
berpesta di tanggal 01 Oktober ditiadakan dan terancam gagal.
Andai saya
menjadi anggota DPD RI, maka saya akan mencoba megajak komunitas arsitek di
Indonesia untuk menyusun pola-pola pembentukan wilayah yang nyaris ideal.
Itung-itung sekalian memanfaatkan para arsitek untuk berkarya di Indonesia, agar
tak lari ke luar. Dengan demikian, pola pemikiran untuk pembentukan, pemekaran,
kependudukan, pertanahan, dan tata ruang tidak sertamerta dari pemikiran DPD RI
saja, melainkan juga dari berbagai referensi atau masukan yang bermanfaat.
Terkait
penggusuran, dan bahkan mungkin terjadi sengketa, maka saya siap menyediakan
majelis untuk bermusyawarah mengambil keputusan. Bukan sekedar langsung perang.
Meski, hal tersebut tak terelakkan, maka harus dibentuk tim pengamat
kependudukan. Setiap dua minggu sekali melaporkan hasil pengamatan untuk
didiskusikan bersama demi pembangunan di Indonesia. Akan lebih baik pula jika
diadakan angket sebagai pertimbangan dari masyarakat. Intinya, pahami penduduk,
dan bicarakan baik-baik. Sebelum jeritan Hak Asasi Manusia (HAM) menggema.
Berada pada
komite nomor berapa pun, saya akan mengikuti rapat, meski terkadang acaranya
bikin ngantuk, mules, dan bikin beberapa hal lainnya. Meski terkantuk-kantuk,
maka saya akan berusaha untuk melek. Saya minta ada pihak konsumsi menyediakan
beberapa camilan, seperti kacang rebus, tempe mendoan, tahu petis, dan kawanan
jajanan yang lain. Jika masih ada yang tidur, maka peserta yang tidur tersebut dipersilakan
untuk duduk di depan. Dan satu lagi yang akan saya lakukan dalam rapat, yaitu penyitaan
handphone dan alat elektronik canggih
lainnya.
Semoga dengan
demikian, pengandaian saya bermanfaat bagi siapa saja yang telah membaca
tulisan tersebut. Terima Kasih.
mencoba mengajak komunitas arsitek di Indonesia untuk menyusun pola-pola pembentukan wilayah yang nyaris ideal.<---bisa jadi solusi perumahan rakyat yang murah dan terjangkau untuk rakyat
BalasHapuskira2 ada ndak ya?hehehe...
HapusJika ada niat, pasti ada jalan,,,
BalasHapusBacklink + Back Komentar dong,,,
Nuwun,,,
aamiin.. oke oke suwun :D
Hapus