Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Selasa, 05 Agustus 2014

Memetik Buah Penantian

Dalam penantian, rasanya lama sekali. Tapi, ketika apa yang dinanti itu datang: “Rasanya, ini terlalu cepat.” Begitulah kehidupan. Enggan menanti, tapi tak siap jika sudah tiba. Seperti halnya: lamaran. Aku sudah menantikan ini segera. Bahkan, aku ingin segera akad nikah. Aku menantikan itu dengan penuh harap. Ketika penantian itu datang. Aku dag-dig-dug-duer rasanya. Aku juga merasa kenapa rasanya cepat sekali apa yang kunantikan telah tiba ya? Inilah kuasa Allah: di luar kuasa kita.

Besok mas Ain dan keluarganya akan datang. Iya, besok! Perasaan baru kemarin aku merasa geram karena tidak ada tanda-tanda mas Ain akan berkunjung ke rumahku atau sekedar menelepon ibuku untuk bilang bahwa ia serius menjalin hubungan denganku. Entahlah.

Sepertinya baru kemarin aku merasa iri pada kawanku yang sudah dilamar karena ia harus berangkat ke daerta terpencil untuk mengajar. Iya, rasanya baru kemarin aku merasa iri: aku ingin juga seperti itu. Sampai aku bertanya pada hati kecilku, apa iya aku harus ikut SM3T, baru akan dipinang? Atau harus dalam keadaan genting ada lelaki lain yang ingin memintaku, barulah aku dipinang. Pertanyaan gila itu baru terpikirkan kemarin kemarin ini kok.

Sama seperti halnya kita yang merasa: “Perasaan baru kemarin aku jadi mahasiswa baru, sekarang sudah harus dituntut segera lulus dari kampus ini.”

Semua berjalan tanpa kurasa karena aku bisa menikmatinya. Tapi, tunggu! Menikmati? Bukankah selama masa penantian itu aku pun juga merasa jengkel. Ya, itu bumbu-bumbu ketidaksabaran.

Oh, iya! Bisa jadi aku menikmati masa kejengkelan itu pula.

Pada intinya, syukur alhamdulillah. Hari yang aku nantikan akan segera datang: besok!
Semoga lancar. Aamiin.

*Deg-degan menanti hari esok, aku jadi panik. Mengalihkan rasa panik, seharian kuhabiskan untuk menulis. Kenapa enggak garap skripsi? Aku juga panik dengan skripsi. Hahaha...*

Skripsi Oh Skripsi

Setiap buka laptop, aku langsung menuju folder E-Ayo Lulus-Modul, kemudian membuka file Draft Modul Memahami Teks Eksplanasi Kompleks. Ya, lembar dokumen itu selalu menghiasi laptopku ketika terbuka. Harapanku, aku akan terbiasa untuk langsung membuka lembar dokumen itu, biar bisa ingat, dan biar segera kusentuh untuk kuselesaikan. Tapi, yang namanya bunya, ya sebagai hiasan. Aku masih belum bisa membiasakan untuk benar-benar menyentuhnya kemudian menyelesaikannya dengan tuntas. Aku selalu teralihkan untuk melakukan hal lain, termasuk membuat tulisan ini.
Skripsi oh skripsi. Rasanya seperti belenggu. Aku ingin segera mengakhiri ini semua. Pernah ada saran dari seorang sahabatku, Ayu namanya. Dia memberi saran untuk lebih fokus dengan menghentikan kebiasaan seperti membuka facebook atau twitter. Pantas, dulu dia pernah menonaktifkan facebooknya. Barangkali itu salah satu caranya untuk segera menyelesaikan skripsinya. Apa iya aku juga harus seperti itu? Aku pernah menolak itu. Aku bilang aku jarang facebookan. Aku lebih sering bbman untuk jualan dan twitteran. Ayu bilang, matikan hpmu. Tapi, SMS pun juga banyak untukku. “Ya, sudah jauhi HP,” saran Ayu. Saran itu kuterima tapi belum secara utuh kuterima semua. Aku memutuskan untuk berhenti jualan. Aku hapus grup jualanku dan ya, aku fokus untuk skripsiku.
Ternyata benar, sepertinya facebook cukup memengaruhiku. Aku masih berkutat di facebook yang sebenarnya tidak memberikan keuntungan untukku. Apa iya aku harus menonaktifkan? Halah malah galau.
Ooh skripsi. Ooh skripsi. Aku pengen cepet ngelarin skripsi, tapi akunya enggak segera untuk menyelesaikannya. Fiuuuh. Ternyata skripsi menjenuhkan ya.
-_____-“
Baru saja aku hendak mengambil keputusan untuk menonaktifkan facebook, aku jadi ingat kalau saat ini aku jadi bandar arisan yang harus stay online untuk memberikan kabar seputar arisan. Ehiks... Masa iya aku mengaktifkan facebook sebulan sekali untuk urusan arisan saja?
Ya, Tuhan kenapa rasanya garap skripsi ribet banget ya? Hahaha.. Sudahlah, mengalir saja dan mari nikmati proses. Aku tetap berusaha dan kekuatan Allah menyertaiku. Aamiin.
Semangat garap skripsi biar bisa di-ACC untuk akad nikah. Hihihi...

Senin, 04 Agustus 2014

Yang Dinanti Akan Berkunjung: Ini Kehendak dan KuasaNya

Kalau kamu serius atas hubungan ini, bilang pada kedua orang tuaku. Tunjukkan padaku bahwa kamu serius padaku. Tunjukkan bahwa hubungan ini tidak untuk main-main. Lakukan ini sebelum kamu berangkat ke Tangerang. Jangan cemen! Jangan membuatku merasa menjadi seorang perempuan yang tak berharga,” ancaman semacam itu pernah terbesit dalam pikiran liarku usai salat Asar. Tiba-tiba saja aku terbesit untuk melakukan ancaman itu. Tapi, tenang.. belum kulakukan ancaman itu.

Sambil menangis aku mencoba berpikir, kalau aku melakukan itu kemudian jawaban yang muncul tidak sesuai kemauanku, apa yang harus aku lakukan? Apa aku akan meninggalkannya?

Lalu, kalau jawaban yang muncul sesuai dengan kemauanku, apa yang harus aku lakukan?

Aku berpikir ulang, untuk apa aku mengancamnya seperti itu? Kalau dia bilang pada orang tuaku karena ancamanku, tentu sebenarnya dia melakukannya karena takut pada ancamanku, bukan dari keberaniannya. Itu menunjukkan kalau sebenarnya dia tidak berani.

Aku pun mengurungkan niatku untuk mengancamnya. Kalau dia memang serius dan berani, tanpa harus kutuntut, aku yakin dia pasti akan datang menemui kedua orang tuaku.

Mulanya aku sudah memancing dengan ajakan, “Ayo main ke Purworejo! Atau mau main ke Kediri? Atau mau main di keduanya?”

Tapi tak kunjung ada jawaban, aku mengatakan, “Atau tidak main di keduanya?”

Dia hanya menjawab, “Hehe...”

Jawabannya bikin HIH!

“Jujur, aku berharap dia berkunjung ke rumahku setelah lebaran ini. Ya, meskipun belum ada tanda-tanda kalau dia akan berkunjung, tapi entahlah,” keluhku pada Ayu, sahabatku, melalui SMS.
Berharap pada manusia memang rentan kecewa. Alangkah lebih baik bila menempatkan harapan pada Sang Pemenuh Harapan. Ya, aku serahkan semua pada Sang Pemenuh Harapan. Jika memang lelaki itu adalah yang terbaik bagiku, maka kumohonkan dengan sungguh agar diberikan kelancaran untuk menuju sebuah pernikahan yang diridoi dengan jalan yang baik. Al-Fatihah... Aamiin.

Sampai di penghujung sore, usai salat Magrib, lantunan doaku masih sama dengan sebelumnya: tentang pengharapan pernikahan.

Subhanallah. Allah menjawab kerisauanku begitu cepat. Memang, jika Allah menghendaki, maka jadilah. Hari itu juga, usai salat magrib, usai kulantunkan Juz Amma, aku mendapat satu panggilan telepon: “InsyaAllah setelah tanggal 5 Agustus, Mas mau sowan ke Kediri bersama keluarga.”
Bulu kudukku berdiri: merinding.

Ini semua kuasaNya. Tanpa harus menggebu untuk mengancam, yang bisa jadi malah bikin dia sakit hati, ternyata Allah punya cara lain yang jauh lebih mudah dalam mengatur ini semua sedemikian rupa. Aku berharap ini adalah pertanda baik dan pertanda jalan sudah dimudahkan. Semoga barokah.

“InsyaAllah tanggal 6, bagaimana?” tanyanya.

Setelah kutanyakan pada ibuku, lebih baik ke Purworejo saja, biar lebih dekat. Lewat telepon pun tak apa. Ibuku memperbolehkannya. “Ibuku sudah percaya engkau dan keluargamu,” kataku.

“Bapakku menghendaki untuk bertemu,” katanya.

Kalau ke Purworejo, itu berarti sebelum tanggal 3 karena kami harus kembali ke Kediri sebelum tanggal 4. Padahal, dia mengabarkanku di tanggal 1. Itu berarti diminta untuk ke Purworejo tanggal 2: Besok!

“Sudah kutanyakan pada Om, tapi dia tidak bisa. Bisanya tetap tanggal 6. Gimana?”
Kutanyakan lagi pada ibuku. “Tanggal 6 itu jam kerja, tidak enak kalau harus cuti karena baru saja libur panjang,” jawab Ibu.

“Baiklah, bertemu kalau orang tuamu sudah pulang kerja ya? Tapi tetap tanggal 6, enggak apa kan?”
Akhirnya, diputuskan tanggal 6 Agustus 2014.

Tiba-tiba aku teringat pada obrolanku dengan mas Ain tentang tanggal cantik: 6-8-14. Yang pengen tau cerita tentang tanggal cantik, silakan buka tulisan dengan judul “Menikah Tanggal Berapa, Ya?” atau buka link ini: http://cintamenulis-cintamenulis.blogspot.com/2014/08/menikah-tanggal-berapa-ya.html

“Serius? Katamu enggak ada tanda-tanda mau berkunjung?” tanya Ayu melalui telepon setelah kukabari tentang hal ini.

“Iya, bener. Enggak ada tanda-tanda mas Ain akan berkunjung ke rumahku. Apalagi tanda-tanda berkunjung bersama keluarganya, enggak ada tanda-tanda itu. Semua terjadi begitu saja,” jawabku.

Iya, semua terjadi begitu saja. Aku hanya berharap dalam hati, yakin pada kuasaNya, dan Allah menghendaki maka terjadilah. So, jangan pernah meragukan kuasa Allah ;-)

Aku selalu meyakini bahwa semua yang terjadi ini adalah atas kehendak dan kuasaNya. Aku juga yakin ini pertanda baik untuk hubungan kami selanjutnya. Semoga Allah meridoi. Aamiin.

Mohon doa, semoga lancar dan bisa segera menyempurnakan separuh din kami.

Seperti halnya kawanku yang menanti pernikahan, dia menulis H-7, H-6. H-5, dan seterusnya. Aku pun juga ingin menuliskannya: H-2, bismillah.