Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Senin, 21 April 2014

Surat Pertama

Kepada: Yu Tengkleng

Assalamu’alaikum wr. wb.
Halo, Ayu. Apa kabar? Duh, format tulisanku sudah semacam surat undangan saja.
Malam ini aku sangat sedih sekali, tapi kalau ditanya sedih kenapa, aku tak dapat menjawabnya karena entah mengapa aku tak mengerti kenapa. Mungkin, karena aku merasa kesepian. Bukan berarti aku tak punya kawan. Aku punya banyak kawan, bahkan banyak sekali. Aku punya banyak kawan untuk berbagi canda, tapi tidak untuk berbagi duka. Bagiku, mencari kawan untuk tertawa bersama itu gampang, tapi tidak untuk kawan menangis bersama.
Dulu, waktu SMA, aku punya kawan, namanya Faiq Mufidah. Faiq nama panggilannya, tapi aku lebih sering memanggilnya “Tatak”. Tatak itu berasal dari kata “Kakak”. Karena diucapkan anak sealay aku waktu itu, “kakak” pun menjadi “tatak”. Semakin bertambah usia, tingkat alayku meningkat hingga akhirnya “Tatak” berganti panggilan menjadi “Tutuk”. Ya, itu karena ulah anak alay sepertiku. Semua kata kuubah menjadi serba “u”. Konyolnya... kau tau sendirilah siapa panggilan sayang untuk calon suamiku (sudah ngomongin calon suami kok rasanya terlalu berat ya? Biar deh!). Cayank jadi cuyunk. Hahahaha... Semoga ketika kami menikah nanti dan ia menjadi ayah, aku tidak mengubah “ayah” menjadi .... kau lanjutkan sendiri saja.
Kita kembali ke Tatak. Jangan Tatak lah ya? Faiq saja. Faiq ini tercatat dalam buku harianku sebagai sosok kawan yang sangat berarti. Kami pernah jatuh bersama, mencoba berdiri, menahan tangis, dan sedih. Ya, kami melalui itu semua bersama. Sosoknya begitu dalam di relung hatiku karena dia adalah sahabat yang bisa menemaniku di kala duka. Kau tahu? Kawan yang membekas di hati itu ya kawan yang seperti itu. Malam ini hatiku sedih, hatiku gundah, hatiku resah, tapi tenang... enggak galau kok. Aku harus mengalihkan kesedihanku ini pada hal yang lain. Berbagi adalah pilihan yang tepat. Aku ingin menghubungi si abang nan jauh di Tangerang, aku yakin dia sedang sibuk. Mau menghubungi ibu, takut kalau-kalau bikin panik. Aku mencari nomor yang bisa dihubungi dalam daftar kontak handphone-ku, aku menemukan namamu: “NJ_Ayu Tengkleng”. Kukirim pesan hingga sampailah pada kesepakatan surat pertama ini untukmu. Dulu, aku pikir tidak ada sahabat yang bisa seperti Faiq kalau aku sudah di Yogyakarta dan masuk dunia kampus. Tapi, ternyata tidak, ada Yu Tengkleng. Ibuku pernah bilang kan kalau dirimu seperti Faiq, ingat?
Mungkin, kau akan bertanya kenapa aku tidak menghubungi Faiq saja. Dunia kampus memisahkan kami. Aku kehilangan komunikasi intens sejak masuk dunia kampus. Kami komunikasi hanya seperlunya saja. Tapi tenang, baru kemarin aku habiskan waktu seharian bersamanya. Banyak cerita baru darinya. Faiq masih saja inspiratif bagiku. Aku menyesal kehilangan komunikasi dengannya saat itu. Aku tak ingin menyesal kedua kalinya karena kupikir kita berdua hampir kehilangan komunikasi. Aku tak ingin kita menjalin komunikasi menunggu kalau ada perlunya, kalau lagi sedih-sedih saja (dumeh iso diajak susah), hahaha...
Sudahlah begitu saja. Surat ini kuhantarkan sebagai pembuka, sebagai penyapa untukmu wahai, Yu Tengkleng. Kabar apa yang ingin kau bagi denganku? Berbagilah...
Wassalamu’alaikum wr. wb.
4 x 4 = 16
Sempat tidak sempat, harus dibalas.
                                                                                                                                 Senin, 21 April 2014
                                                                                                                          Ade Rakhma Novita Sari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar