Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Rabu, 05 Februari 2014

Sedekah atau Denda 1 Juta?

Akhir-akhir ini aku sering menyusuri jalanan Yogyakarta, mulai dari kota, Jl. Magelang, Maguwo, Sleman, Depok, dan lain sebagainya. Jalanan Yogyakarta makin hari makin macet. Belum lagi lampu apill yang banyaknya minta ampun. Sialnya, sering dapet merah.

Yang paling miris saat menyusuri jalanan adalah pengemis di mana-mana. Aku yakin kalian pernah melihatnya. Aku melihat ada anak kecil sedang mengelap motor di belakangku. Aku memperhatikannya lewat kaca spion. Batinku, "Bakal dikasih enggak, ya?" Aku berpikir seperti itu karena kalau dilihat dari mimik wajah pengedara sebenarnya tak ingin motornya dilap atau tak ada niatan untuk memberi. Tapi tampak dari raut wajahnya kalau ia tak tega menolak si anak kecil itu.

Lampu hijau, aku pun melaju, dan aku menemui anak kecil berpakaian lusuh sedang memegang gitar kecil (aku lupa namanya). Cuma bisa menghela nafas panjang. Yah, hampir semua jalanan deh, pengemis ada di mana-mana. Mulai dari anak-anak, perempuan dengan bayinya, ibu dan anaknya, simbah-simbah, waria, orang cacat, sampai orang sehat bugar pun juga ada.

Miris.

Apa orang-orang di negeriku banyak sekali orang miskin?
Apa orang-orang di negeriku sudah tak dapat lagi berpikir?

Entahlah. Antara iba dan benci. Iba karena kondisi mereka. Benci karena mereka terlalu menyerah pada kehidupan. Seolah-olah tidak ada jalan lain selain meminta.

Apa jadinya kalau Peraturan Daerah (Perda) ikut campur dalam hal ini? Ya, Rancangan Perda (Raperda) Yogyakarta akan memberi denda 1 juta rupiah bagi orang yang memberi santunan untuk pengemis. Bahkan, pengamen juga termasuk dalam kategori pengemis. Raperda ini akan disahkan pertengahan Februari nanti.

Mulanya, ketika aku melihat ada tulisan di jalan untuk tidak memberi santunan pada pengemis, aku merasa benci, "Hakku dong mau ngasih apa enggak." Saat itu aku tak peduli, selagi aku ingin memberi, ya, aku beri.

Sampai pada sebuah peringatan kalau lebih baik memberi santunan pada sebuah lembaga, yang terpikirkan olehku adalah, "Yakin, uang santunan itu akan disalurkan?". Saat itu aku berpikir demikian karena berita korupsi ada di mana-mana. Bahkan, untuk makan uang santunan pun aku pikir koruptor masih doyan. Saat itu, aku masih kekeh untuk, "Yang mau ngasih duit ke pengemis, kasih aja, coy!"

Sampai pada akhirnya, berita mulai menunjukkan bahwa penghasilan pengemis selama sebulan bisa jutaan rupiah, rumahnya mewah, dan lain sebagainya. Ini cukup menggiurkan. Bahkan, aku pernah dengar ada yang memilih untuk tidak bekerja dan memilih mengemis. Ada pula yang sebenarnya mampu, tapi cari uang tambahan lewat mengemis. Tapi, setelah dihitung-hitung, penghasilan menjadi pengemis memang luar biasa.

Dalam waktu 1 jam, kemungkinan mendapatkan 15 orang pemberi, ambil paling sedikit Rp500, sudah mendapat Rp7500. Kalau 8 jam, Rp60.000. Kalau sebulan, Rp1.800.000. Ya, lumayan hampir UMR lah ya? Itu baru penghitungan kasar dan ambil paling sedikit. Orang yang memberi pun belum tentu dapat penghasilan yang sama, lho. Di Tribun, penghasilan pengemis malah terhitung bisa mencapai Rp200.000 per hari. Kalau sebulan? Rp6.000.000. Wow!

Enggak usah jadi karyawan pabrik rokok, jadi PNS, atau berdagang, coy! Ngemis aje... cepet kaya. Kenapa? Enggak mau? Enggak mau karena malu atau apa? Dapet duit enem juta meeeen.

Enggak usah nyindir gitu deh. Lu iri? Hak mereka dong mau dapet duit banyak atau enggak selama mengemis, namanya juga usaha. Kan mereka juga usaha untuk dapetin duit.

Kalau berpikir seperti itu, apa jadinya kalau seluruh rakyat Indonesia memilih untuk jadi pengemis?

Ada peminta, ada pemberi. Kalau semua jadi peminta, ya, tidak ada pemberi. Itu enggak mungkin. Ya, paling enggak, tidak semua jadi peminta.

Ah, sudahlah. Pengemis di mana-mana itu perlu ditangani. Penanganan itu akan susah kalau manusia masih punya nurani untuk memberi. Tapi, masa iya memberantas pengemis dengan cara membatasi nurani kebaikan tiap-tiap orang? Nanti apa jadinya kalau semua orang tak lagi punya nurani kebaikan? -___-"

Raperda punya jawaban, "Denda 1 Juta bagi pemberi santunan."

Aku sepakat saja sih, asal para pengemis yang benar-benar pengemis itu terurus. Kalau pun ada santunan yang disalurkan lewat lembaga, ya, yang bener juga, jangan dikorupsi!

Gimana? Sudah siap menolak memberi santunan pada pengemis?

Sepertinya susah. Apa jadinya kalau orang yang memberi santunan didenda 1 juta rupiah? Yang ada pemberi santunan jadi miskin, kemudian dia mengemis. Yah, muter lagi deh.

Tapi tunggu, bukankah orang yang bersedekah itu dilipatkan 10 kali lipat?

Kamu sedekah Rp500. 10 kali lipatnya itu Rp5000. Uang segitu belum bisa bayar denda 1 juta.

Selamat berpikir!