Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Sabtu, 16 Maret 2013

Pulang Kampung itu…

stasiun kediri

Setiba di stasiun, wanita berwajah keibu-ibuan menantiku dengan motor yang ia tumpangi. Di sisi lain, ada lelaki berwajah keayah-ayahan menantiku dengan mobil tua yang ia tunggangi. Nah, dua orang sama-sama menantiku. Wanita itu bernama ibuku. Sedang lelaki itu bernama ayahku. Seringkali seperti itu. Jika anak gadisnya pulang kampung, tidak ada koordinasi jelas siapa yang akan menjemput. Akhirnya, aku harus memilih satu di antara keduanya. Alhamdulillah keadaan seperti ini tidak membuat mereka beradu untuk memperebutkanku. Meski akhirnya jatuh pada pilihan di antara keduanya, bagi yang tak terpilih pun juga tidak ada dendam. Keduanya bisa saling mengerti.

Belum sampai di rumah, entah aku bersama ibuku atau ayahku, keduanya selalu menawarkan untuk makan sebelum menginjak rumah. Wah, menyenangkan sekali. Tawaran makan di luar rumah itu sudah menjadi hal biasa karena kedua orang tuaku adalah buruh pemerintah yang jarang makan di rumah.

Setiba di tempat makan. Mereka selalu menawariku untuk memilih menu ‘amis’, seperti ikan, ayam, atau telur. Ah, telur tidak sering sih, paling sering ditawari daging. Kalau aku memilih tempe atau telur, mereka mempertanyakan lagi keyakinanku. Ya, bagi mereka anak kos harus perbaikan gizi. Bagiku, lebih tepatnya makan enak, karena tempe pun juga bergizi.

Hm.. cap sebagai anak kos yang jarang dapat uang kiriman seperti aku ini seringkali menjadi tamu agung jika pulang ke rumah. Wajar jika akhirnya untuk menu makanan, aku memiliki kekuasaan penuh untuk dituruti. Mulai dari makan ayam, ayam, ayam, dan ayam (beruntung mukaku tak serupa ayam) hingga makan durian, durian, durian, dan mendem durian (jatuh sakit, oh NO!). Ya, aku bahagia soal makanan.

selamat datang di rumah :)
Namun, di sisi kebahagiaan itu, aku pun sering menahan lapar. Bangun pagi, makanan belum ada, kedua orang tuaku sibuk bersiap diri berangkat kerja. Akhirnya, aku harus berburu makan sendiri. Siang, mereka menyempatkan pulang ke rumah untuk mengantarkan makanan, meski kadang mereka tidak menyempatkannya, lalu lagi-lagi aku harus berburu makanan sendiri. Nah, masa-masa jam seperti inilah tamu agung sepertiku sudah tak lagi agung. Mereka tiba di rumah, rumah harus bersih dan rapi. Jika tidak, selalu muncul lontaran, “Di rumah kok cuma malas-malasan?” Paling sering, mereka pulang ke rumah hanya untuk berkomentar, “Awan-awan, perawane kok sik turu? (Siang-siang, perawannya kok masih tidur?).” Sore, mereka tiba di rumah, keduanya sibuk ngurusi TPA di masjid.  Malam, kadang mereka ada di rumah, kadang punya acara di luar, entah ikut pengajian lah, entah ada acara apa pun lah. Kalau pun di rumah, paling sering, ya, nonton televisi. Isya berakhir, biasanya ibu memilih tidur, abah pergi masih dengan kesibukannya, entah di masjid, pos kamling, atau di rumah kawannya. Rasanya suram sekali. Bertemu mereka hanya sebentar. Sudah jarang pulang kampung, di rumah pun jarang bertemu.

Tapi, setidaknya bisa melihat mereka berdua setiap hari sudah menjadi satu kebahagiaan. Apalagi kalau hari libur, mereka merencanakan untuk berlibur entah itu ke pantai, karaokean, atau jalan-jalan entah ke mana. Yah, kejutan seperti itu seringkali ada meski hanya 1 dari 10 kemungkinan.

Jika akhirnya aku memilih untuk mencari hiburan dengan kawanku. Ibu seringkali berkirim pesan “Di mana?”, “Posisi?”, dan lain-lain. Padahal, kalau aku di rumah, aku jarang dianggap. Haduh! Tapi, ini menunjukkan sebenarnya ibu ingin menghabiskan waktu denganku ketika ia tiba di rumah, Hehe. Ibu kepingin ketika dia tiba, anaknya menyambut kedatangannya. Ya, kupikir seperti itu.

Ketika akhirnya aku merencanakan tanggal balik ke Yogyakarta, seringkali ibu menghasutku untuk menunda. Bahkan, terkadang ibu menghasutku untuk bolos kuliah sehari atau dua hari. He. Mungkin, ini karena aku jarang pulang kampung.

Bukan berarti aku harus pulang kampung lebih sering. Ibu selalu mendukung kegiatanku, bahkan ia lebih sepakat aku banyak kegiatan (asal bermanfaat) daripada keseringan pulang ke rumah enggak ngapa-ngapain. Kecuali, di rumah ada acara tertentu yang mengharuskanku untuk menghadirinya. Yang jelas, tidak pernah ada paksaan, ibu selalu mengerti keadaanku jika akhirnya aku tak bisa pulang ke rumah segera. Meskipun hampir dapat dipastikan seminggu sekali selalu ada pesan darinya “Ibu kangen”. (bajigur! Aku nangis saat nulis paragraf ini). Jadi pengen pulang kampung…. Huwaaaaaaaaaaaaaaaa :'(
'
Itu saja kisah pulang kampungku. Mana kisah pulang kampungmu?

kediri oh kediri
#Semoga tahun depan aku bawa lelakiku pulang ke kampungku, hwaaaak :D