Assalamu'alaikum, salam sejahtera bagi kita semua...

SELAMAT DATAAAANG ...
Selamat menikmati blog sederhanaku ..

-Luph U All-

Minggu, 21 Oktober 2012

Gerakan Sayang Ibu

Setelah alarm bedering untuk kedua kalinya, tiba-tiba dering panggilan masuk berbunyi. Bundaq. Pagi itu ia minta dijemput di SMP 1 Purworejo. Ya, tiba-tiba ia tiba di Purworejo. Padahal, baru kemarin ia bilang tak bisa ke Purworejo karena tak direstui suaminya-abahku. Baru kemarin juga ia bilang bahwa sebenarnya ia sudah rindu padaku-anaknya.
Rindu. Aku sedang membicarakan rindu. Sejak Mas Ain di Jakarta, hampir setiap waktu aku merindukannya. Hampir seringkali aku bilang padanya bahwa aku rindu. Lain halnya dengan ibuku. Hampir bisa dipastikan bahwa aku merindukan ibu kala teringat padanya saja (Jelas saja, aku lebih sering komunikasi dengan Mas Ain tiap waktu, jelas saja sering teringat padanya). Perlu dipertanyakan pula kapan aku bilang rindu pada ibu. Belum lagi aku rela bila harus keluar pulsa mahal kala ingin sekali menghubungi Mas Ain, sedang pada ibu, aku seringkali memintanya yang meneleponku. Apakah kalian pernah merasakan hal serupa?
Aku mencintai ibuku. Aku juga mencintai Mas Ain. Namun, usaha percintaanku pada keduanya terasa berbeda. Seperti aku menempatkan ibuku setelah Mas Ain, padahal Mas Ain belum menjadi suamiku.
Ketika aku benar-benar rindu dengan Mas Ain, banyak cara aku lakukan agar segera bertemu dengannya. Bahkan, satu waktu aku istimewakan untuk bersamanya. Sedang ibuku? Hampir seringkali aku bilang padanya, “Maaf, aku sibuk. Ada acara ini, acara itu, tanggungan ini, tanggungan itu, bla bla bla.” Jawaban ibu, ”Tidak usah dipaksa, selesaikan tugas-tugasmu.” Begitu rela ia menahan rindu. Terkadang, “Maaf, aku belum bisa pulang ke Kediri minggu ini.” Ibu bilang tak apa, namun kemudian tiba-tiba ia di Yogyakarta, menemuiku. Aku hanya mengaguminya.
Baru ini aku menyadari semua. Awalnya ibu terlalu berlebihan ketika bilang rindu. Aku menganggap bahwa ucapan “aku kangen” darinya hanyalah sebuah guyonan belaka. Baru kemarin aku mendengar dari seorang wanita, ia seorang ibu juga. Katanya, seorang ibu seringkali merindukan anaknya, namun jarang sekali anaknya merindukan ibunya. Ibunya selalu memikirkan anaknya, sudah makan kah, pegang uang berapa, sedang di mana, sehat kah, bahkan menyempatkan untuk menjenguknya sekali waktu. Mirisnya adalah seorang anak ingat ibu ketika ia tak pegang uang. Haish..
Hari ini ibu benar-benar datang di sela-sela kesibukannya untuk menemui anaknya. Ini sudah bukan yang pertama kalinya. Sebenarnya aku kasihan pada ibu, pasti lelah sekali selama perjalanan. Tapi, setelah aku pikir-pikir, itu adalah rindu yang memang tak bisa tertahan, benar-benar ingin bertemu. Oh, ibu. Bahagia betul aku punya ibu sepertinya. Ketika aku rindu, ia selalu hadir menemuiku. Entahlah, telah habis kata, semoga Allah memuliakannya, karena bagiku ia perempuan yang mulia. Ibu….
Kini, telah tiba pada GERAKAN SAYANG IBU. Mari bahagiakan kedua orang tua kita, manfaatkan waktu yang telah disediakan… Jangan sampai penyesalan datang. Selamat pagi!
love my mom

Minggu, 14 Oktober 2012

LDR Edisi Romantis #1

"Satu satu aku sayang kamu
Dua dua aku sayang kamu
Tiga tiga aku sayang kamu
Satu dua tiga aku sayang kamu"

"Satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan sepuluh aku sayang kamu"

Tuh kan... sejak LDR, Mas ain jadi romantis. Bawaannya nggombal mulu, haha..

Tawaran Baru dari Penggalangan Dana Online dengan Marimembantu.org

Pernah suatu ketika, saya mendapat sebuah pesan singkat dari teman saya. Isinya menanyakan apa golongan darah saya. Katanya, jika golongan darah saya O, maka saya diminta segera ke Rumah Sakit A untuk berkenan menyumbang darah karena ada pasien yang sangat membutuhkan darah bergolongan O tersebut.

Pernah pula suatu ketika, saya mengendarai motor dan berhenti di perempatan lampu lalu lintas. Saya melihat ada palangan reklame yang isinya dilarang memberi uang pada peminta-minta ketika sedang berhenti di jalan. Katanya sih, lebih baik disalurkan pada lembaga saja.

Pernah suatu ketika, saya mendapati iklan peminjaman modal usaha tanpa jaminan apapun. Namun, setelah diselidik, untuk mendapatkan modal pinjaman tersebut harus melakukan beberapa syarat yang kurang masuk akal, seperti memfotokopi kertas sebanyak mungkin untuk disebar.

Terdapat benang merah di sini. Ada yang membutuhkan bantuan dan dibutuhkan bantuannya (nya-kembali pada seseorang yang mampu membantu-red). Pertama, pihak yang membutuhkan. Kedua, ingin membantu, namun terbatas. Ketiga, dapat tawaran bantuan, namun meragukan.

LembagaZakat Dompet Dhuafa hadir sebagai solusi. Pertama kali yang syaa temukan darinya adalah tawaran Mudahsedekah secara online dengan Marimembantu.org. Saya membuka webnya, saya melihat di sana ada deskripsi permohonan membutuhkan bantuan dana untuk kesembuhan seseorang, ada juga butuh bantuan dana untuk suatu lembaga, ada pula permohonan modal usaha. Dari sini lah, seorang pemohon atau yang membutuhkan bantuan bisa mengutarakan maksud kehendaknya. Kemudian, bagi kita yang hendak membantu, bisa dengan mudah menyatakan persetujuan untuk membantu, klik, bantuan terkirim, selesai. Ingin meminta bantuan tak diragukan lagi, ingin membantu pun juga tak ragu karena sudah dinaungi oleh lembaga yang bisa dipercaya-alamat kantor jelas dan disertai identitas lembaga.

Hampir mirip dengan belanja online, kita bisa memilih barang mana yang akan kita beli. Di LembagaZakat Dompet Dhuafa, kita bisa memilih ‘mana’ yang hendak kita bantu. Berbagi dan bersedekah pun mudah dilakukan. Hampir sama juga dengan model lembaga penyalur bantuan, hanya saja, LembagaZakat Dompet Dhuafa adalah versi dalam bentuk online. Ibarat kata, banyak jalan menuju Roma.

Kalau mudah, kenapa harus dipersulit? Penyebaran info melalui online begitu mudah dan cepat. Maka, sistem yang dilakukan LembagaZakat Dompet Dhuafa jika disambut dengan baik, saya yakin, lembaga ini akan berkembang dan saling menguntungkan bagi yang membutuhkan dan yang dibutuhkan.

Karena…

“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Ade Rakhma Novita Sari

Senin, 08 Oktober 2012

Hari Ini: Hari Pertama Aku...

Senin, 08 Oktober 2012
Hari ini hari pertama aku memulai menyandang gelar Long Distance Relationship (LDR). Sebenarnya, aku tak ingin menyebut ini sebagai hubungan (berpacaran) jarak jauh. Bila mind set bilang begitu, ya, akhirnya memang berujung jauh. Oh. Tapi, memang tak dapat dibohongi kalau pada akhirnya Yogyakarta-Jakarta, kemudian tak bertemu dalam kurun waktu yang MUNGKIN cukup lama, maka jadilah itu sebagai LDR.
Jumat, 05 Oktober 2012. Aku mengirim pesan singkat padanya tentang doa-doaku agar ia dilancarkan dalam segala urusan dan rizkinya. Hari itu pula ada tawaran dari kawannya untuk ke Jakarta. Dia bilang, smsku sebagai pertanda, sekaligus membuatnya semakin yakin bahwa tawaran Jakarta adalah sebuah jalan yang tepat dari Tuhan, Aamiin.

Ya, itu sudah menjadi tawaran yang kedua kalinya. Awalnya, dulu aku tak menghendakinya pergi ke Jakarta. Hingga kini, akhirnya aku merelakannya. Dulu, memang entah kenapa aku tak rela bila ia harus ke Jakarta. Ibu bilang, padahal itu adalah langkah untuk menuju masa depan. Mungkin, dari situlah aku menyadari bahwa aku harus mempertimbangkan kemantapannya, bukan hanya mementingkan kehendakku. Tapi, dia menegaskan bahwa pembatalannya pada tawaran yang pertama adalah karena dia juga masih ragu. Yah, begitulah.

Tawaran kedua ini, entah mengapa aku merasa rela dan yakin bahwa ini adalah salah satu langkah yang tepat untuknya, untuk keluarganya, dan untukku. Aku merasa akan ada cerita selanjutnya yang menawarkan sebuah kebahagiaan. Dan aku masih sebatas meyakini dan berharap.

Minggu, 07 Oktober 2012. Dia mengunjungiku malam-malam membawakan sebungkus nasi dan lauk untukku makan. Malam itu sepertinya sengaja ia sempatkan untuk bertemu denganku untuk membicarkan suatu hal penting. Ya, aku merasakannya. Ternyata benar, ia dating membawa sebuah kabar bahwa esok hari ia harus berangkat ke Jakarta. Sesak. Aku pikir aku bisa menghabiskan beberapa waktu cukup lama dengannya sebelum ia berangkat ke Jakarta. Tapi, ya, mau bagaimana lagi? Hari Senin-Kamis aku kuliah penuh, malamnya latihan drama. Sabtu, aku ada acara di Parangkusumo, pulang hari Minggu, malamnya latihan drama, dan ternyata, esok harinya ia harus berangkat ke Jakarta.

Pagi ini, sepulang kuliah, aku benar-benar terburu-buru untuk menyelesaikan tugas kuliah semantik dan kewirausahaan. Niatku, agar tak ada tanggungan tugas kuliah dan aku bisa segera membantunya memindahkan barang-barangnya di kosku. Kuliah semantik aku tinggalkan. Aku ingin mengantarnya ke terminal, menjadi teman terakhir sekaligus saksinya pada detik-detik berpisah dengan Yogyakarta.

Jam 2 lebih. Sampai terminal, bus yang akan ia tumpangi sudah berangkat. Telat. Namun, niat baik itu mendapat petunjuk dan keringanan, masih ada jalan yang dimudahkan Allah. Ada bus jam setengah 4, Tuhan menyisihkan beberapa waktu untukku berbincang dengannya.

Setengah 4, bus Dieng Indah siap berangkat. Aku mengantarnya, menjabat tangannya, say good bye dan 
 “see you later”. Ia masuk ke dalam bus. Aku mengamatinya dari luar bus. Wajahnya tertutup gorden bus dan penumpang lain. Aku duduk di pinggiran dekat-dekat bus, menunggui bus itu benar-benar berangkat apa tidak. Angin begitu sepoi, sedikit demi sedikit mulai memancing air mataku untuk runtuh. Aku tahan. Satu pesan datang pada handphone-ku. Dia memintaku untuk pulang lebih dulu dan tak lupa agar mendoakannya. Aku melihat sekitar, merasakan hembusan angin, dalam batinku, aku mendoakannya. Sial, air mataku hendak runtuh saat itu. Aku tahan lagi, mencoba mengetik pesan berisi doa. Terkirim.

Ya, terkirim saat bus sudah berangkat. Aku melirik roda pada bus itu terus menerus hingga lenyap dari pandanganku. Mataku pun penuh dengan air, tak bisa terbendung. Satu pesan balasan darinya masuk, ia mengucapkan terima kasih dan dia bilang dia mencintaiku. Hiks.. benar-benar tak dapat terbendung. Aku melirik kanan kiriku berharap tak ada yang melihatku. Sungguh, saat itu ingin menangis.

Aku perhatikan sekitar dan mencoba merasakan hembusan angin. Cukup menenangkan, komat-komit aku mencoba berbicara pada diriku sendiri, berusaha menenangkan diri. Tiba-tiba terdengar jerit tangis anak kecil dari ruko yang tak begitu jauh dari tempat yang kududuki. Anak itu menangis karena ditinggal pergi ibunya naik motor, entah ke mana. Aku tersenyum. Batinku, ibumu tak akan meninggalkanmu, ia akan kembali padamu. Kemudian aku mencoba mengajak bicara pada diriku sendiri: seperti halnya Mas Ain, ia tak akan meninggalkanku, ia akan kembali padaku. Saat itu aku bisa tersenyum (tapi waktu nulis ini aku nangis, hiks), aku menarik nafas, menghembuskan perlahan, kemudian aku beranjak dari tempat yang kududuki, dan berjalan menuju tempat parkir motor. Di setiap langkah, diiringi hembusan angin, berasa damai. Aku merasa kebaikan sedang menyertaiku. Semoga Mas Ain pun demikian. 

huwaaa mas ain :')
Malam ini… aku sudah rindu. Mas Ain…

Jumat, 05 Oktober 2012

Sungguh-Sungguh Terjadi

Setelah membaca buku Ippho (meski belum selesai), aku mulai tertarik dengan prinsip-prinsip yang ia tawarkan. Kesuksesan berawal dari sedekah, dhuha, dan tahajud. Buka bermaksud untuk pamer suatu amalan lho ya. Untuk menjalankan dhuha maupun tahajud, jujur aku mood-mood'an. Kalau pas lagi mood dan pengen, ya aku dhuha ataupun tahajud. Tapi, kalau tidak, ya tidak. Dan ternyata, siapa sangka, hampir setelah aku sholat dhuha, hampir seringkali aku nemu duit, serius! Nemunya bukan nemu di jalan kayak gitu. Tapi, nemu di saku celana, saku jaket, tas, selipan buku, dan lain-lain. Dan biasanya selalu bertepatan saat lagi seret-seretnya duitku. Hmm... bener-bener di luar dugaan. Tak hanya itu, hari ini pun aku mendapat kabar yang bagiku luar biasa. Kabar bahagia, ya aku meyakininya sebagai kabar yang bahagia. Kata kuncinya adalah LDR. Siap kah?
Hmm semrawut gak berararh nih.. udahan dulu deh. Sekedar berbagi, kali aja bisa menjadi motivasi untuk sedekah lebih giat, begitu juga dengan dhuha dan tahajud. Ok, selamat! :)